Yogyakarta, Gatra.com – Ketua Jejaring Pengelolaan Sampah Mandiri (JPSM) Daerah Istimewa Yogyakarta Bambang Suwerdha mengutarakan banyak bank sampah mandiri mati karena tidak didukung pemerintah. JPSM berharap dana keistimewaan (danais) sedikit dialokasikan untuk membangun budaya kebersihan.
Hal ini disampaikan Bambang saat menjadi pembicara di diskusi ‘Mengatasi Masalah Sampah di DIY’yang diselenggarakan di DPRD DIY, Selasa (19/11).
“Satu dekade lalu DIY menjadi rujukan nasional sebagai pelopor bank sampah di masyarakat. Tercatat lebih dari 1500 unit bank sampah yang berdiri, tapi sekarang hanya sekitar 700-an yang aktif,” jelasnya.
Bambang menyatakan sekitar 800 bank sampah mati suri karena tidak didukung pemerintah. Padahal militansi masyarakat DIY mengelola sampah di lingkungannya tinggi.
Ia lantas membandingkan dengan konsep pengelolaan sampah di Kota Malang. Menurut dia, bank sampah di sana memodifikasi model bank sampah yang didirikan Bambang di Bantul pada 2010.
Pemkot Malang lantas merintis pendirian bank sampah induk yang merangkul ratusan bank sampah sehingga pengelolaan sampah di hulu maksimal.
“Di DIY, bank sampah lebih banyak berasal dari bawah. Masyarakat sadar permasalahan sampah harus diselesaikan dari diri sendiri. Namun sayangnya selama ini dukungan pemerintah kurang,” katanya.
Menurut Bambang, Pemerintah Daerah DIY belum terlambat merumuskan ulang solusi masalah sampah yang mencapai 700 ton per hari di tengah keterbatasan daya tampung Tempat Pembuangan Sampah Terpadu Piyungan.
Dalam jangka pendek, pemda bisa membantu pendirian bank sampah dan mengkolaborasikan dengan TPS 3R. Ia yakin kolaborasi ini mampu mengurangi sampah organik dan non-organik sampai 30 persen.
“Jangka panjang, Pemda DIY bisa menggunakan danais untuk menghadirkan basis kebudayaan tentang pengelolaan sampah di masyarakat. Ini penting karena kebersihan dan pengelolaan sampah adalah budaya milenial,” ucapnya.
Dengan total Rp1,32 triliun per tahun, sebagian danais bisa dialokasikan untuk menghadirkan revolusi mental di masyarakat jika pemerintah memiliki itikad baik. Menurut Bambang, jika dibanding untuk menggelar wayang semalam suntuk senilai Rp50 juta, anggaran danais sebesar itu sangat berarti untuk pengelolaan sampah.
Kepala Bidang Pengendalian dan Pencemaran Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Agus Setianto mengakui masalah sampah di DIY belum beres seperti halnya soal pendidikan dan kemiskinan.
“Memang dulu DIY menjadi rujukan nasional bank sampah. Namun kami belum mengetahui kenapa mereka mati, problemnya apa. Tahun depan kami akan mengkaji tentang kondisi bank sampah meskipun dengan anggaran kecil,” ujarnya.
Agus berharap pihaknya bisa menentukan langkah atau program untuk keberlanjutan bank sampah melalui suatu kajian.
Ketua Komisi C DPRD DIY Arif Setiadi menyatakan penggunaan danais terkait pengelolaan sampah perlu dikaji lebih jauh, termasuk kaitannya dengan lima kewenangan keistimewaan yang mendapat alokasi danais selama ini. “Äpakah dan atau adakah korelasi yang positif,” ujarnya.