Banyuwangi, Gatra.com - Direktur Advokasi Kebijakan, Hukum dan HAM Pengurus Besar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (PB AMAN), Muhammad Arman mengatakan, ia mendukung adanya sertifikat pranikah yang direncanakan oleh pemerintah. Namun, selanjutnya, perlu mengakomodir keberadaan masyarakat adat di Indonesia.
"Saya mendukung semangat dari pemerintah untuk pengadaan sertifikat pranikah yakni mengurangi pernikahan di bawah umur, tetapi sertifikat tersebut jangan hanya diperoleh dari satu kepercayaan tertentu misalkan Katolik dan Kristen dari gereja ataupun muslim dari masjid. Bagaimana mereka yang masih punya kepercayaan dari nenek leluhur seperti masyarakat adat," ujarnya saat ditemui di Banyuwangi, Jawa Timur, Senin (18/11).
Menurutnya, sertifikat pra nikah tidak dijadikan sebagai mandatory tetapi pilihan saja. Ketika sertifikat pranikah menjadi sebuah pilihan, maka masyarakat adat dapat mengajukan izin ataupun rekomendasi dari ketua adatnya untuk memperoleh sertifikat pranikah tersebut.
Mengenai kemungkinan adanya penolakan dari satu lembaga untuk mengeluarkan sertifikat pranikah dengan alasan tidak adanya Kartu Tanda Penduduk (KTP). Menurut Arman, ini dapat menjadi momen pengakuan keberadaan masyarakat adat.
"Saya tidak menegasikan masyarakat adat yang tak mempunyai KTP. Namun menurut saya, dengan tidak dijadikan sertifikat pranikah sebagai mandatory dan pilihan, maka masyarakat adat bisa menunjukkan rekomendasi dari ketua adat dan diakui keberadaannya," katanya.