Jakarta, Gatra.com - Putra Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Yamitema Laoly diperiksa penyidik KPK terkait keterlibatan perusahaannya di proyek PUPR Kota Medan. Proyek PUPR Kota Medan yang bermasalah, menjadikan Wali Kota Medan Dzumi Eldin sebagai tersangka.
"Saksi Yamitema Laoly diklarifikasi terkait proyek di Dinas PUPR Kota Medan yang pernah dikerjakan oleh perusahaannya," kata Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Senin (18/11).
Febri mengatakan, KPK masih mengagendakan pemeriksaan sejumlah saksi lainnya di Kantor Perwakilan BPKP Provinsi Sumatera Utara.
"Kami imbau agar para saksi yang telah diagendakan agar dapat hadir dan memberikan keterangan dengan jujur. Sikap kooperatif akan dihargai secara hukum," jelas Febri.
Usai diperiksa penyidik, Yamitema mengaku ditanyai terkait pekerjaannya sebagai pengusaha dan bisnis apa saja yang dijalankan di Medan.
"Jadi saksi saja soal OTT kemarin. Untuk Pak Isa (Isa Ansyari) Pak Dzulmi Eldin. Pak Isa baru kenal, Walkot (Wali Kota) kenal," kata Yamitema.
Sebelumnya KPK menetapkan Wali Kota Medan, Tengku Dzulmi Eldin dan Kepala Bagian Protokoler Kota Medan, Syamsul Fitri Siregar sebagai penerima dugaan suap terkait proyek dan jabatan pada Pemerintah Kota Medan Tahun Anggaran 2019.
Adapun tersangka lainnya sebagai pemberi suap yakni Kepala Dinas PUPR Kota Medan, Isa Ansyari. Dzulmi Eldin merupakan Wali Kota Medan periode 2016-2021 yang dilantik pada 17 Februari 2016.
Diketahui, Dzulmi sebagai Wali Kota memerintahkan untuk mencari dana dan menutupi ekses dana non-budget perjalanan ke Jepang tersebut sekitar Rp800 juta.
"Kadis PUPR mengirim Rp200 juta ke Wali Kota atas permintaan melalui protokoler untuk keperluan pribadi Wali Kota. Diduga IAN dimintai uang karena diangkat sebagai kadis PU oleh TDE," ungkap Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang di Jakarta, Rabu (16/10).
Isa yang telah mentransfer dana Rp200 juta ditanyai ajudan Dzulmi tentang kekurangan uang sebesar Rp50 juta, yang disepakati. Isa menyampaikan untuk mengambil uang tersebut secara tunai di rumahnya.
Atas perbuatannya, Dzulmi dan Syamsul Fitri disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Adapun pemberi, Isa Ansyari dituduh melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.