Semarang, Gatra.com- Nilai total kerugian kerusakan terumbu karang di Kepulauan Karimun Jawa sebesar Rp11.175.979,69 per meter persegi per tahun akibat aktifitas manusia di perairan pantai utara Jawa.
Hall ini mengemuka dari hasil Penelitian DDRF (Drive Demand Research Fund) 2019 tentang Valuasi Layanan Ekologis Ekosistem Terumbu Karang di Taman Nasional Karimunjawa yang dilakukan oleh tim peneliti dari LIPI dan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro Semarang.
Pengurus Pusat Indonesia Coral Reef Society (INCRES) Dr.Ir Munasik Dr. M.Sc, mengatakan Hasil valuasi ekologis menunjukkan bahwa nilai terumbu karang di Taman Nasional Karimun Jawa (TNKJ) adalah sebesar Rp. 2.896.813,95/m2/tahun. Menurut Munasik, nilai kerugian total (Total Loss) kerusakan terumbu karang sangat ditentukan oleh tingkat pemulihan alami (natural recovery) ekosistem terumbu karang TNKJ yang bervariasi.
“Jika tingkat pemulihan alami terumbu karang TNKJ rata-rata adalah 26% maka hasil valuasi total kerugian adalah sebesar Rp 11.175.979,69/m2.” kata Munasik yang dikenal sebagai ahli terumbu karang asal Universitas Diponegoro Semarang kepada Gatra.com. Minggu (17/11).
Munasik menjelaskan, total nilai ini diperoleh dari penyusutan efektif pemulihan ekosistem terumbu kembali utuh 100% dalam waktu + 65 tahun. Semakin tinggi kemampuan pemulihan ekosistem terumbu karang di suatu lokasi semakin rendah total kerugian yang harus dibayarkan.
“Hasil perhitungan total kerugian ini dapat digunakan untuk klaim kerusakan terumbu karang di Taman Nasional Karimunjawa (TNKJ) dan nilai tersebut dapat diperbaharui (update) mengikuti inflasi harga barang dan jasa di pasar” kata Munasik.
Munasik mengatakan, terumbu karang adalah salah satu ekosistem terpenting di perairan tropis berperan sebagai penyedia pangan dari laut dan pelindung garis pantai. Akan tetapi ekosistem terumbu karang sangat rentan terhadap perubahan lingkungan, mudah terganggu sehingga mudah rusak. “Akhir-akhir ini banyak kejadian kerusakan terumbu karang di perairan Indonesia akibat aktivitas manusia, utamanya di perairan Taman Nasional Karimunjawa (TNKJ) yang berpotensi merugikan lingkungan dan manusia” katanya.
Munasik mengakui, selama ini , upaya penegakan hukum terhadap kerusakan lingkungan dengan menuntut ganti rugi melalui verifikasi lapangan telah mengalami kesulitan, karena belum tersedianya nilai layanan ekosistem terumbu karang. Untuk itulah, kata Munasik, perlu dilakukan studi valuasi layanan ekologis ekosistem terumbu karang di TNKJ. “Dalam kajian ini telah diterapkan metode emergy analyses dengan melalui modelling ekologi harapannya dapat mempertimbangkan aspek kondisi terumbu karang dan lingkungannya secara bersamaan”pungkasnya.