Jakarta, Gatra.com - Ketua Badan Pelaksana Badan Wakaf Indonesia, Muhammad Nuh menilai salah satu permasalahan mendasar dalam pengelolaan wakaf Indonesia adalah kemampuan pengurus wakaf (Nadzir) dalam mengelola asetnya.
"Harus businessman, harus entrepreneur (wirausaha). Kalau bukan businessman ya, nggak bisa," katanya kepada Gatra.com pada Jumat (16/11).
Berbeda dengan Zakat, Infaq, dan Sedekah yang dibagi-bagikan hartanya, Nuh menegaskan bahwa harta wakaf tidak boleh berkurang atau hilang. Hasil harta wakaf harus diputar secara produktif, sehingga menghasilkan manfaat bagi masyarakat.
"Kalau nadzirnya nggak beres, yang terjadi backfire (menjadi bumerang). Misalnya ada anggapan, percuma saya wakaf, sama nadzirnya dibawa lari," ujarnya.
Oleh karena itu, kata Nuh pihaknya memberikan pelatihan kepada para nadzir seperti pembuatan business plan (rencana bisnis), tata kelola keuangan, dan lainnya.
Nuh menambahkan pihaknya sudah menyusun standar akuntansi khusus wakaf yang bekerjasama dengan Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI).
"Disertifikasi pengelolanya, juga diajari. Khusus untuk uang strictly (secara ketat) pakai linked sukuf karena untuk tahap awal yang harus dipastikan nggak ada yang lari uangnya," katanya.