Home Gaya Hidup Ketua PP Muhammadiyah Tanggapi Muslimah Berbusana Eksklusif

Ketua PP Muhammadiyah Tanggapi Muslimah Berbusana Eksklusif

Sleman, Gatra.com – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menyatakan pakaian muslimah yang menutup muka dan tangan secara penuh atau cadar tidak sesuai dengan nilai Islam dalam Muhammadiyah yang moderat dan berprinsip pada kemajuan.

Hal ini disampaikan Haedar saat memberi sambutan di pembukaan ‘Tanwir Aisyiyah Periode 2015-2020’ di Universitas Aisyiyah, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu (16/11).

“Semangat hijrah berpakaian harus diapresiasi seiring meningkatnya semangat keagamaan di kalangan kelas menengah kita,” katanya.

Namun, kata dia, saking semangatnya, sebagian umat Islam mengenakan pakaian justru berdasarkan pandangan di luar arus utama aturan busana yang sesuai syariah.

Bagi Muhammadiyah, Haedar merujuk pada tarjih organisasi yang didasarkan pada tiga fondasi yaitu Surat Al-Ahzab Ayat 59, Surat an-Nur ayat 31 dan hadis penuturan Aisyah. 

“Dari tarjih ini disimpulkan khusus untuk perempuan diperbolehkan tidak menutup muka dan telapak tangan karena bukan aurat. Artinya boleh terlihat. Jika di luar itu, maka tidak sejalan dengan Al-Quran dan sunah Nabi Muhammad SAW,” ujarnya.

Haedar melihat, saking semangatnya atau mengambil kesimpulan dari paham tertentu, saat ini marak muslimah menutup muka dan tangan. Hal ini kemudian menjadi polemik di ruang publik.

Ia meminta anggota Asyiyah untuk mendakwahkan pandangan Islam dalam Muhammadiyah temasuk soal pakaian. Haedar menganggap dakwah ini penting karena berkaitan dengan syariah dan penggunaan busana yang menutup muka justru mengganggu hubungan antar-warga negara.

“Kita adalah bangsa yang besar yang terdiri dari berbagai agama, suku, dan daerah yang harus tetap berhubungan untuk membangun bangsa ini. Menutup muka dan tangan adalah ajaran eksklusif dan Islam tidak mengajarkan itu,” ucapnya.

Atas hal-hal kontroversi di dunia maya seperti pemakaian cadar ini, Haedar meminta umat Islam meresponsnya berdasarkan ilmu pengetahuan. Polemik suatu hal di dunia maya tidak pernah didasari pada ilmu dan hanya pada cakrawala pengetahuan yang pendek.

Ia lantas mencontohkan pro kontra penggunaan istilah radikalisme yang tidak didasari ilmu secara menyeluruh, sehingga pro kontra terus berseliweran tanpa batas. "Karena tidak memiliki pengetahuan menyeluruh mudah ditunggangi kepentingan. Pro kontra yang sangat tidak produktif,” ucapnya.

2955