Jakarta, Gatra.com - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati (SMI) menilai Indonesia terlambat dalam mengembangkan ekonomi syariah dibandingkan beberapa negara Islam lain seperti Malaysia dan Uni Emirat Arab.
"Kami mungkin masih pendatang baru, tetapi kami dapat banyak belajar dari negara lain. Indonesia akan belajar dari Malaysia bagaimana mereka berhasil," ujarnya dalam Indonesia Financial Services Board (IFSB) Summit di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Kamis (14/11).
Menurutnya, keterlambatan Indonesia terlihat dari undang-undang terkait perbankan syariah yang baru muncul pada 1998. Sukuk global syariah baru ada pada 10-15 tahun, kemudian diikuti oleh asuransi syariah. SMI menekankan, Indonesia telah menerapkan netralitas pajak bagi instrumen keuangan syariah dan konvensional, sehingga tidak ada pajak tambahan bagi kegiatan ekonomi syariah.
Selain itu, Menkeu berujar telah berupaya memasyarakatkan instrumen keuangan syariah seperti sukuk ritel dan saham syariah, terutama bagi kelas menengah Indonesia.
"Indoensia adalah penerbit sukuk terbesar di dunia, tetapi kebanyakan diberi orang asing. Kita bisa banyak memasukkan uang dari luar negeri. Kami mengajak orang Indoensia agar partisipasinya semakin meningkat," ucap Ketua Umum Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia tersebut.
Selanjutnya, pemerintah berusaha menghapus stigma bahwa ekonomi syariah tidak efisien, mahal, dan berisiko tinggi. Oleh karena itu, pemerintah senantiasa merevisi peraturan sesuai kondisi terkini dan melakukan edukasi kepada masyarakat.
"Kita tidak hanya fokus ke return (imbal hasil) tapi kedermawanan seperti zakat, infaq, dan sedekah juga penting. Keluarga kaya juga secara teratur mengalokasikannya," ujarnya.