Merangin, Gatra.com – Salah satu penyair kenamaan Jambi asal Merangin, Asro Al Murthawy yang banyak melahirkan antologi puisi, cerpen dan esai kembali diundang dalam ajang festival penulis antar negara.
Sebelumnya Asro pada 2017 pernah mengikuti Musyawarah Sastrawan Indonesia. Setahun kemudian, dia mengikuti Festival Sastra Asia Tenggara di Padang Panjang, Sumatra Barat.
Kali ini penyair yang juga Ketua Umum Dewan Kesenian Merangin penulis buku dongeng Pangeran Sigalumat dan menjadi bahan ajar MI dan SD diundang dalam Ajang Temu Penulis dan Budayawan Internasional Borobudur Writers and Cultural Festival.
Sesuai dengan pengumuman panitia, calon peserta aktif adalah para sastrawan yang dipilih dari berbagai kota di Indonesia oleh tim kurator di antaranya Romo Muji Sutrisno, Yesi Apriati, Imam Muhtarom dan Seno Joko Utomo.
Kegiatan Borobudur Writers and Cultural Festival (BWCF) akan kembali diselenggarakan di Yogyakarta dan Magelang pada 21-23 November 2019 mendatang, penyelenggaraan tahun ini merupakan yang ke-8.
Acara bergengsi ini akan digelar di Hotel Tentrem Yogyakarta, kawasan Candi serta Hotel Manohara Borobudur dan Rumah Do'a Bukit Rhema atau yang dikenal dengan nama Gereja Ayam, Magelang.
Sebagai peserta yang mendapat undangan dari BWCF 2019 ini, bagi Asro hal ini merupakan sebuah kehormatan bagi dirinya dan dunia kesusastraan Jambi pada umumnya,
Sebab ajang tersebut, kata Asro, termasuk festival sastra bergengsi di Indonesia sebagaimana Ubud Writer and Reader Festival, Joglist Festival, Festival Sastra Gunung Bintan, terlebih dahulu telah dilaksanakan.
“Dalam beberapa tahun terakhir ini, banyak festival sastra di Indonesia. Ada peserta yang dipilih dari karya yang dikirim, ada juga dengan skema mengundang peserta berdasarkan kreativitas berkarya,” ujar Asro kepada Rabu (13/11).
Kegiatan ini Asro mengharapkan dukungan dari masyarakat, para pencinta seni Jambi. Terutama pemerintah Kabupaten Merangin dan Provinsi Jambi yang belum ia rasakan kepedulian penuh terhadap dunia kesenian.
“Tidak semua festival sastrawan budaya bisa kita ikuti karena sering terkendala soal biaya. Tentu dengan harapan pemerintah daerah lebih peduli kepada komunitas kesenian, yang selama ini belum kita rasakan sepenuhnya kepedulian itu,” ucapnya.