Home Hukum Walhi Duga Land Clearing Perusahaan Tambang di Tayan Ilegal

Walhi Duga Land Clearing Perusahaan Tambang di Tayan Ilegal

Pontianak, Gatra.com – Direktur Lembaga Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Anton mengatakan land clearing dilakukan secara ilegal oleh perusahaan tambang di Desa Tayan, Kecamatan Meliau, Kabupaten Sanggau, karena perusahaan beroperasi tanpa mengantongi izin pemanfaatan kayu (IPK).

"Dinas Kehutanan Kalbar mengeluarkan tiga surat yang sangat kontraproduktif dan tidak saling menguatkan," ujar Anton di Kota Pontianak, Rabu (13/11).

Anton menjelaskan, jika melihat surat Dinas Kehutanan Kalbar yang dikeluarkan terakhir kali, menyebutkan bahwa belum ada proses survei ataupun pemberian rekomendasi. Bahkan adanya tiga surat itu menguatkan dugaan, ada proses penerbitan perizinan yang dipotong, agar perusahaan tambang itu bisa beraktivitas membuka lahan. Faktanya pada surat terakhir mementahkan surat yang telah dikeluarkan sebelumnya.

"Klarifikasi dari Dinas Kehutanan menjadi penting, agar kasus beroperasinya perusahaan yang diduga illegal ini betul-betul dapat terungkap. Apakah ada dugaan permainan di lapangan dan penyalahgunaan wewenang," tegas Anton.

Anton menegaskan, apa yang terjadi di Tayan itu, harus menjadi catatan serius kepolisian untuk melakukan penegakan hukum, utamanya mengenai penyalahgunaan wewenang pejabat daerah. Mengingat kasus-kasus seperti itu kerap terjadi namun belum ada satupun yang benar-benar dilakukan penyelidikan dan penyidikan hingga pada proses pengadilan.

“Berdasarkan temuan KPK, memang izin tambang di Indonesia itu sekitar 60 persen tidak memiliki NPWP berarti tidak ada setoran untuk negara. Salah satu kebocoran paling besar ini terjadi di Kalbar,” ungkapnya.

Kepala Balai Pengelolaan Hutan Produksi (BPHP), Utama Priyadi mengatakan, selama ini pihaknya tidak pernah menerima permintaan pertimbangan teknis dari Dishut Kalbar terkait dengan aktivitas pembukaan land clearing tersebut.

Menurutnya, jika mengacu pada Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup nomor 62 tahun 2015 tentang Izin Pemanfaatan Hutan, sebelum izin IPK itu dikeluarkan oleh Dishut, maka Dishut harus meminta pertimbangan teknis dari BPHP utamanya mengenai status lahan dan kemampuan finansial perusahaan.

Utama menerangkan, setiap izin-izin yang memanfaatkan hasil hutan, harus terlebih dahulu diukur perhitungan besar kayu dan menetapkan validitasnya.

"Dari pengukuran itu, akan diupload di sistem informasi perizinan usaha hasil hutan, yang nantinya akan muncul berapa yang harus dibayar perusahaan ke negara," ungkapnya.

Dia menjelaskan, dengan sistem tersebut jalur distribusi kayu akan terekam dan secara otomatis akan terdeteksi di SIPU Online. Sehingga satu kayu yang ditebang akan terpantau pemanfaatannya atau dikirim ke industri mana saja.

"Dari perhitungan itu akan diberikan rekomendasi ke Dishut dan Dishut memberikannya kembali kepada si pemohon untuk melakukan identifikasi jenis kayu serta menghitung tegakkan kayu di dalam kawasan tersebut," paparnya.

Menurutnya, dari hasil identifikasi itu pihak perusahaan harus melaporkan ke Dishut untuk menghitung berapa jumlah pendapatan negara yang harus dibayar oleh perusahaan.

“Tapi kami (BPHP) tidak pernah menerima permohonan teknis tersebut dari Dishut,” ucapnya

Sebelumnya diberitakan adanya dugaan aktivitas pembabatan hutan di Kabupaten Sanggau, diduga sudah berlangsung sejak Agustus 2018 lalu. Kegiatan tanpa izin itu, terungkap dari video yang diunggah di akun Instagram Warung Jurnalis Pada Senin, 28 Oktober lalu.

1065

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR