Jakarta, Gatra.com - Juru kampanye Urban Greenpeace Indonesia, Muharram Atha Rasyadi, mengatakan, bekas kemasan makanan di antaranya mie instan dan air mineral (manmin) dari industri lokal mendominasi sampah plastik di beberapa tempat di Indonesia.
"Greenpeace melakukan kegiatan audit selama 4 tahun, dimulai pada tahun 2016 sampai 2019. Ini dilakukan di beberapa lokasi. Tapi kegiatan ini tidak hanya ingin mengumpulkan sampah di pesisir pantai saja, tapi juga ingin mengindetifikasi merek apa saja yang paling banyak kita temukan," kata Atha, dalam acara bertajuk "Potret Sampah Plastik di Indonesia: Krisis Belum Terurai" di Jakarta, Selasa (12/11).
Menurutnya, jika direkap sesuai merek, sampah bekas kemasan produk nonmerek sangat dominan pada 2019. Namun, selisih angkanya tidak jauh dari jumlah sampah bekas kemasan produk manmin bermerek.
"Angkanya tidak begitu jauh. 54% pada sampah nonmerek dan 46% sampah bermerek, dan tiga item yang sering ditemukan yaitu sedotan plastik, mangkok plastik, dan putung rokok. Menurut kami, pada tahun ini cukup menarik dari hasil yang kami temukan," ungkapnya.
Untuk mengatasi masalah sampah plastik bekas kemasan produk yang sulit terurai tersebut, pemerintah, industri, dan masyarakat harus ambil bagian. Khusus perusahaan, harus bertanggung jawab atas sampah bekas kemasan yang dihasilkannya sehingga angka sampah plastik tidak terus naik setiap tahunnya.
"Untuk perusahaan, kami berharap bisa berkomitmen supaya pengurangan produksi plastik sekali pakai dan beralih model bisnis yang berkelanjutan. Dan yang kedua, perusahaan harus menerapkan prinsip tranparansi dan membuka jejak plastiknya dalam hal jumlah dan jenis kemasan produksi dari produk perusahaan," ujarnya.
Sedangkan bagi masyarakat, lanjut Atha, Greenpeace meminta masyarakat jangan membuang sampah sembarangan agar sampah plastik yang sulit diurai ini tidak merusak lingkungan dan ekosistem.
Adapun audit sampah plastik bekas kemasan makanan bermerek dan nonmerek yang dilakukan Greenpeace, yakni di beberapa wilayah yaitu Tangerang, Pekanbaru, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Makassar, dan Bali.
Menurutnya, Greenpeace juga melakukan audit sampah plastik bekas kemasan di seluruh dunia secara serentak. Pada 2018 lalu, lebih dari 200 titik di dunia mengadakan green audit, kemudian tahun berikutnya meningkat hingga 400 titik.
Reporter: SAR