Jakarta, Gatra.com - Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Dian Kartikasari mengatakan bahwa Pasal 1 Angka 6 yang termaktub di Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan GUbernur, Bupati dan Walikota merupakan bentuk diskriminasi terhadap anak.
Pada pasal tersebut memuat frasa bahwa ketentuan seseorang dapat memberikan suaranya di bilik suara dengan klasifikasi dasar yakni atau sudah/pernah kawin.
"Pada saat proses legislasi kita sudah meminta agar frasa itu dihapuskan di UU Pilkada maupun Pemilu tetapi pada saat itu beberapa partai menolak karena konstituen mereka jelas-jelas dari komunitas ini; anak-anak yang di bawah usia," kata Dian saat ditemui di Mahkamah Konstitusi, Jakarta (12/11).
"Mereka adalah orang-orang yang memilih tanpa pengetahuan politik. Kami berharap, ini bisa sejajar dengan keputusan untuk mengakhiri perkawinan anak," tambah Dian.
Pada Selasa, (12/11), Dian mewakili KPI beserta Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem)Titi Anggraini mengajukan pengujian judicial review terhadap UU No. 8 Tahun 2015 (UU Pilkada) ke Mahkamah Konstitusi.
Senada dengan Dian, Titi mengatakan bahwa ada konstituen dari partai politik yang memang adalah anak-anak.
"Ini melahirkan ketidakpastian komitmen kita untuk mengakhiri perkawinan anak. Kalau pendekatannya electoral, jangan-jangan, usaha kita untuk menguji materi persoalan pernikahan anak ke Mahkamah Konstitusi di Undang-Undang 16 Tahun 2019 itu tidak akan berdampak positif," ujar Titi.
Menurut Titi, pendekatan electoral secara sengaja selalu didorong demi kepentingan pragmatis yaitu perolehan suara. "Mereka harus memutuskan pilihan politik yang sebenarnya anak-anak ini justru tidak terjangkau oleh para penyelenggara Pemilu," imbuhnya.