Karangasem, Gatra.com - Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) melalui Tim Pengabdian Masyarakat (Pengmas) yang terdiri atas Dosen Filsafat FIB UI, Dr. LG Saraswati Putri dan Dosen Arkeologi FIB UI, Dr. Ali Akbar, S.S., M.Hum berkolaborasi dengan Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat UI (DRPM UI) serta Masyarakat Adat Geriana Kauh meresmikan Museum Sanghyang Dedari Giri Amertha di Desa Adat Geriana Kauh, Karangasem, Bali, hari ini.
Musem tersebut juga nantinya akan dijadikan sebagai bentuk dan pusat dokumentasi dari seni Tari Sang Hyang Dedari baik itu foto, tulisan, maupun tayangan audio visual serta lontar berisi nyanyian Tari Sang Hyang Dedari.
"Tari Sang Hyang Dedari merupakan tarian sakral yang telah ditetapkan oleh Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan (UNESCO) sebagai Warisan Budaya Tak Benda Dunia," ujar Saraswati saat ditemui di Karangasem, Selasa (12/11).
Baca Juga: Jaga Budaya, FIB UI Buka Museum Tari Hyang Dedari di Bali
Saat ini, Desa Adat Geriana Kauh menjadi satu-satunya desa di Bali yang secara konsisten menjalankan praktik ritual tari menyambut panen yang bernama Tari Hyang Dedari. Tarian ini melibatkan anak-anak perempuan sebagai penari, komunitas penyanyi gending, dan seluruh masyarakat desa untuk mempersiapkan ritual persembahan lainnya.
"Di tengah dinamika globalisasi yang menjadikan sebagian wajah Bali sebagai kota metropolitan, kami memiliki kekhawatiran bahwa Tarian Sang Hyang Dedari akan terancam punah," kata dia lagi.
Saraswati dan tim telah terjun langsung ke Desa Adat tersebut sejak 2016, untuk memahami, berafeksi, dan berinteraksi dengan masyarakat setempat. Di sana mereka melihat bahwa masyarakat Desa Adat Geriana Kauh menyadari akan pentingnya melestarikan warisan budaya leluhur mereka. Untuk itu, tim dari FIB UI menggagas pendirian museum ini sehingga dapat menopang keberadaan Tari Sang Hyang Dedari.
Baca Juga: Unik, Jumlah Pusaka Berubah Setiap Penjamasan
"Usai peluncuran, museum yang kami dirikan ini akan kami serahkan kepada masyarakat. Sehingga bangunan akan menjadi milik komunitas yang nantinya akan dijalankan untuk kepentingan warga desa. Kami mengarahkan warga adat setempat untuk dapat mempertahankan tradisi mereka. Sehingga ke depannya diharapkan Desa Adat Geriana Kauh dapat menjadi pusat ekowisata desa," ucap Saraswati.
Tidak sebatas membangun dan mengisi museum, Tim Pengmas FIB UI juga turut meningkatkan kapasitas masyarakat dengan memberikan edukasi pengelolaan museum. Dengan demikian, masyarakat setempat dapat menjalankan operasional muesum secara swadaya dan profesional.
Selain itu, Tim Pengmas juga membagikan ilmu mitigasi bencana. Pengetahuan ini menjadi sangat krusial mengingat Desa Adat Geriana Kauh berlokasi di kawasan rawan bencana, khususnya dari ancaman lahar serta awan panas letusan api Gunung Agung.