Jakarta, Gatra.com - Pemerintah terus menjaga kinerja perdagangan internasional sekaligus memperkuat permintaan domestik, mengingat kondisi perekonomian Indonesia diproyeksikan masih akan melalui beberapa tantangan secara global maupun domestik. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memaparkan upaya mengatasi tantangan tersebut.
Ia mengatakan, pertama pemerintah tetap fokus meningkatkan ekspor dengan merevitalisasi industri manufaktur, yang diharapkan dapat meningkatkan diversifikasi, nilai tambah dan daya saing dari produk ekspor non-komoditas. Kedua, pemerintah memperkuat investasi, yang pertumbuhannya ditargetkan lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi.
Untuk mencapai target ini, menurutnya, investasi asing dan domestik harus didorong melalui berbagai kebijakan yang menimbulkan kemudahan berinvestasi di negara ini. Upaya tersebut termasuk relaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI), program fasilitasi investasi, pemberian tax holiday, peningkatan performa Ease of Doing Business (EoDB), serta penyusunan omnibus law untuk membangun ekosistem investasi.
Kemudian, Airlangga menuturkan, langkah ketiga yaitu pemerintah mempersiapkan rencana pembangunan jangka menengah yang mengedepankan transformasi struktur ekonomi. Transformasi tersebut fokus memperbaiki sektor industri manufaktur, mendorong ekspor, menjaga impor, serta menciptakan lapangan kerja baru. Pasalnya, hal ini merupakan solusi penting untuk mengatasi jebakan pendapatan kelas menengah (middle income trap), agar Indonesia mampu menjadi negara berpendapatan tinggi.
“Untuk memajukan industri manufaktur, Indonesia telah berkomitmen mempercepat implementasi Revolusi Industri 4.0. Kami percaya dengan mempercepat itu, maka akan berpengaruh signifikan terhadap produktivitas tenaga kerja, daya saing global, dan market share ekspor dunia,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, di Jakarta, Selasa (12/11).
Menurut Ketua Umum Partai Golkar ini, pada tahap awal, fokus Indonesia lebih kepada lima sektor industri, yang salah satunya adalah industri otomotif. Pemerintah sedang berusaha membuka pasar baru dan membentuk supply chain yang kuat untuk industri otomotif ini. Hal ini didorong oleh pasar domestik yang kuat dan investasi dari beberapa perusahaan otomotif ternama. Indonesia sedang berada dalam jalurnya untuk menjadi negara produsen mobil terbesar di ASEAN.
“Saat ini, Indonesia merupakan eksportir otomotif kedua terbesar di ASEAN. Maka itu, kami sadar akan adanya tantangan tertentu di industri ini, karena produksi kendaraan masih sangat bergantung kepada impor bahan mentah, seperti logam, bahan kimia, juga komponen eletronik lainnya,” ujarnya
Jumlah total kendaraan listrik di pasar global pada 2018 adalah sekitar 2 juta unit, dan Indonesia sangat bertekad menjadi bagian dari pasar kendaraan listrik tersebut. Di 2025, ditargetkan sebanyak 20% mobil yang beroperasi di Indonesia adalah mobil listrik. Maka itu, Indonesia akan fokus mengembangkan industri kendaraan listrik (electric vehicles).
Guna mendukungnya, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 55 Tahun 2019, tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicles) untuk Transportasi Jalan, serta Peraturan Pemerintah (PP) No. 73 Tahun 2019 tentang Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
“Tujuan dari aturan itu adalah mendukung pengembangan industri otomotif berteknologi tinggi dan menyediakan solusi untuk mengurangi ketergantungan kepada bahan bakar fosil. Setelahnya, defisit neraca perdagangan diharapkan akan berkurang, sehingga ke depannya akan bisa meningkatkan kualitas lingkungan kita sebagai hasil pengurangan emisi karbon,” ia menjelaskan.
Di sisi lain, lanjutnya, pemerintah secara aktif juga mendukung pabrikan kendaraan dari luar negeri untuk memproduksi kendaraan listrik di negara ini. “Kami mendorong perusahaan-perusahaan tersebut dan akan menyediakan kemudahan akses untuk mewujudkan cita-cita kami menjadi pusat produsen kendaraan listrik di ASEAN, Asia, dan dunia,” tutupnya.