Home Gaya Hidup Lima Pertanyaan Thamrin Tumagola Seberapa Toleransikah Anda?

Lima Pertanyaan Thamrin Tumagola Seberapa Toleransikah Anda?

Jakarta, Gatra.com - Sosiolog dari Universitas Indonesia (UI), Thamrin Amal Tomagola, menyampaikan 5 pertanyaan untuk mengukur seseorang toleran atau intoleran dalam menjalani hidup bersama. Sosiologi merupakan ilmu yang membahas tentang kebersamaan.

"Saya mempunyai 4-5 pertanyaan apakah kita toleran atau tidak. Pertama, bersedia kita hidup bertetanga dengan mereka yang berbeda suku, agama, dan ras? Di kota-kota besar hampir semuanya bersedia," kata Thamrin di Jakarta, Minggu (10/11).

Dalam diskusi publik bertajuk "Kupas Tuntas Gerakan Intoleransi, Radikalisme & Terorisme di Indonesia yang dihelat Haidar Alwi Institue, ini Thamrin melanjutkan, pertanyaan selanjutnya.

"Kedua, bersedia kita bekerja di tempat pekerjaan bersama mereka yang berbeda suku, agama, dan ras? Bersedia, itu banyak yang lulus," ujarnya.

Sedangkan pertanyaan ketiga yang dilontarkan oleh Guru Besar Sosiologi UI ini adalah bersediakah kita mengirim anak-anak kita bersekolah di sekolah bersama mereka yang berbeda suku, agama, dan ras? "Bersedia, bener? Tapi nyatanya lebih banyak tidak," katanya menanggapi jawaban hadirin.

Thamrin menjelaskan bahwa pada kenyataannya banyak dari kalangan umat muslim atau agama lainnya menyekolahkan anak-anaknya di sekolah yang sesuai dengan agama yang mereka anut. Akibatnya, anak-anak tidak mengetahui tentang agama lain.

"Jadi, setiap kelompok berbeda agama itu, kirim anak-ankanya ke sekolah-sekolah yang berbeda. Akibatnya, mereka tidak tahu agama lain," ujarnya.

Namun pertanyaan ini mendapat sanggahan dari salah satu peserta diskusi bahwa murid di sekolah Pangudi Luhur mayoritas bukan dari Katolik. Menurutnya, yang dari Katolik hanya sebesar 40%. Selain itu, pengajaran juga bukan menjadikan seseorang menjadi Katolik.

Thamrin sependapat dengan sanggahan tersebut. Ia yang merupakan seorang muslim, menyekolahkan anaknya di sekolah Katolik karena dari mahasiswa yang mempunyai kualitas bagus yang dibimbingnya rata-rata dari sekolah Katolik. Selain itu, mereka juga mempunyai tingkat toleransi yang tinggi.

Adapun pertanyaan terakhir yang menurutya paling top adalah maukah saudara mengawinkan anak-anak saudara dengan yang berbeda suku, agama, dan ras? Ia menyampaikan pertanyaan tersebut saat mengisi acara di Kemenkopolhukam yang saat itu dipimpin Wiranto.

"Ada satu laki-laki dia celana cingkrang memang. Apa maksud Bapak menyetujui perkawinan lintas agama? Saya bilang, saya jelaskan dengan data, 10% atau 5 juta dari penduduk Indonesia itu keluarga lintas agama," ujarnya.

Thamrin mengaku menggunakan data tersebut dari sensus salah satu mahasiswa IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang kini menjadi Universitas Islam Negeri (UIN). Dia menempuh S2 di Australia dan mengambil tesis tentang perkawinan lintas agama.

Menurutnya, meski jumlahnya mencapai 5 juta, namun pelaku perkawinan lintas agama itu tidak mau bicara mengingat risikonya sangat besar. Jika menyampaikan, maka bisa-bisa digeruduk salah satu ormas yang kerap melakukan sweeping.

"Risikonya tinggi [digeruduk]. Anak-anak yang lahir dari perkawinan lintas agama itu toleransinya tinggi. Ibunya Katolik, bapakanya Muslim. Dia tahu ajaran Katolik dan Islam. Dia bisa melihat itu secara manusia. Puncak dari agama menurut saya menjadi manusia," ujarnya.

Thamrin menjelaskan, sosilogi adalah ilmu yang mempelajari tentang kebersamaan. Untuk dapat hidup bersama, maka harus mengakui banyak kelompok yang berbeda-beda di tengah masyarakat.

"Dua, ada akseptabilitas terhadap kelompok-kelompok yang berbeda. Singkat kata yang paling kunci pada toleransinya, untuk dapat hidup dalam hubungan yang toleran adalah mengakui bahwa kita berbeda dan menerima perbedaan itu. Di dalam masyarakat banyak kelompok-kelompok itu yang belum menerima satu sama lain," ujarnya.

43197

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR