Banyumas, Gatra.com – Warga Banyumas, Jawa Tengah meminta Eyang Kiai Ngabehi Singadipa dianugerahi gelar pahlawan nasional karena merupakan Panglima Pasukan Perang Pangeran Diponegoro dalam perang Jawa antara 1825-1840.
Perang ini nyaris saja mengusir tentara VOC dari tanah tanah Jawa. Kiai Ngabehi Singadipa adalah salah satu panglima kepercayaan Pangeran Diponegoro, di Banyumas Raya atau sektor barat.
Ketua Ikatan Keluarga Singadipa (IKS) Bing Urip Hartoyo mengatakan, tatkala perang Jawa berakhir dengan ditangkapnya Pangeran Diponegoro, Singadipa masih meneruskan perlawanan. Sebab, ia mendapat mandat langsung dari Pangeran Diponegoro.
“Perlawanan ini terjadi di wilayah Jawa bagian barat yakni Jawa Tengah terutama eks-Karesidenan Banyumas," ucapnya.
Sang panglima menerapkan taktik perang gerilya. Dengan prajurit yang tersisa, ia terus melakukan perlawanan dengan berpindah markas, dari desa untuk mengecoh tentara kolonial Belanda.
Meski perlawanan tak berlangsung lama, tetapi prajurit yang tersisa untuk melakukan gerakan perang gerilya. Hal ini mampu merepotkan Belanda yang saat itu juga memeproleh bantuan dari pihak Keraton Mataram.
"Terus tercecar dengan semakin sedikitnya prajurit, Singadipa akhirnya memilih mengatur strategi dengan hanya memberikan komando saja. Beliau berpindah tempat dari desa ke desa,”jelasnya.
Dalam pengaturan strategi perang itu, Kiai Ngabehi akhirnya memperistri enam perempuan. Keturunannya kini tersebar di seluruh Banyumas, Indonesia, dan bahkan luar negeri.
“Memperistri enam perempuan hingga akhir khayat," tandas Bing.
Sesepuh IKS, Kusmanto menerangkan, terdapat alasan kenapa para keturunan meminta Eyang Singadipa menjadi pahlawan nasional.
"Beliau adalah satria terakhir dalam perang jawa yang hampir saja jika berhasil menang, maka Belanda tak akan bisa lama berada di Nusantara," kata Kusmanto.