Jakarta, Gatra.com -- Lembaga kerjasama ekonomi, sosial dan budaya Indonesia-Tiongkok (LIT) mendukung terbentuknya blok dagang baru yang melibatkan 10 negara ASEAN dan 6 negara kawasan yang di dalamnya termasuk China, Jepang, Korea Selatan, India, Selandia Baru, dan Australia.
"Saya pikir itu sangat bagus dan sudah tepat demi kemajuan ekonomi bersama, khususnya bagi negara-negara ASEAN," kata Ketua Umum LIT, Mayjen TNI (Pur) Sudrajat saat dikonfirmasi wartawan di sela acara jumpa pers pelaksanaan 12th CACPPFO (China ASEAN Conference on People to People Friendship Organizations), di Jakarta, Kamis (7/11/2019).
Seperti diketahui, Pemerintah Indonesia sendiri sangat antusias untuk ikut memfinalisasi perdagangan bebas yang diramu dalam Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). Apalagi RCEP digadang-gadang akan menjadi blok perdagangan bebas terbesar dengan PDB mencapai US$ 27 triliun dan volume perdagangan mencapai US$ 11,5 triliun.
Eks Duta Besar RI untuk China pada 2005 hingga 2009 itu juga mendukung jika nantinya ASEAN akan memberlakukan mata uang tunggal seperti yang dimiliki oleh negara-negara Uni Eropa. "Implementasinya mungkin masih jauh, tapi bukan tidak mungkin kita punya mata uang yang berlaku untuk seluruh negara ASEAN seperti halnya euro yang berlaku di Uni Eropa," ujarnya.
Sementara itu, eks Duta Besar RI untuk China periode 2014-2017 Sugeng Rahardjo yang juga aktif sebagai pengurus di LIT, mengatakan sudah saatnya Indonesia tampil sebagai pemimpin ASEAN untuk memenangkan negoisasi-negoisasi terkait ekonomi dan perdagangan dengan negara-negara di kawasan. "Sudah waktunya kita tampil sebagai pemimpin ASEAN. Karena kalau kita bernegosiasi sendiri dengan Tiongkok ataupun India kita pasti kalah," ujar Sugeng.
Baik Sudrajat maupun Sugeng menilai negara-negara di ASEAN khususnya Indonesia memang sudah tepat jika memperkuat hubungan dagang dengan China yang notabene merupakan kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia.
Bahkan Sudrajat mengungkapkan ada stigma yang salah terkait investasi China yang selama ini terlanjur beredar luas di tengah masyarakat. Menurutnya, isu yang beredar terkait jebakan utang investasi China dan persoalan tenaga kerja asing, masih perlu diklarifikasi kebenaranannya.