Jakarta, Gatra.com - Menteri Riset Teknologi dan Kepala Badan Riset Inovasi Nasional (Menristek/BRIN), Bambang Brodjonegoro mengatakan perubahan dan kemajuan teknologi di era Revolusi Industri 4.0 bukan sesuatu yang bisa dihindari. Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia harus semakin mempersiapkan diri agar dapat menerima manfaat yang lebih besar dari perkembangan teknologi.
Bambang juga mengakui kebutuhan akan SDM yang mampu beradaptasi dengan teknologi di era Revolusi Industri 4.0, juga semakin meningkat termasuk yang bisa memahami antara lain big data, Artificial Intelegence (AI), dan Internet of Things.
"Indonesia harus siap mengahadapi bahwa data itu sangat penting, dan siapa yang bisa siapkan data, dia yang berpengaruh. Baiknya kita dorong SDM Indonesia yang paham dan mengerti tentang big data atau Big Data Scientist," kata Bambang saat ditemui di Jakarta Convention Center, Jakarta, Kamis (7/11).
Bambang menuturkan begitu big data atau teknologi apapun dipakai untuk hal merugikan, maka itu akan menciptakan kesan bahwa teknologi berbahaya. Hal ini harus dinetralkan sehingga masyarakat awam tidak menganggap kemajuan teknologi di era revolusi 4.0 menimbulkan lebih banyak kerugian dibanding manfaatnya.
"Teknologi tidak berbahaya. Teknologi tidak menjadi bahaya, selama dalam tata kelola dilakukan dengan cara yang benar," ujarnya.
Ketua Umum (Ketum) Asosiasi Big Data and AI (ABDI), Rudy Rusdiah mengatakan Indonesia sedang memasuki era industri 4.0 dimana pemanfaatan artificial intelligence/AI (kecerdasan buatan) dan internet of things (IoT) terus didorong. Implementasi ini diharapkan meningkatkan daya saing tidak hanya di dalam negeri tetapi juga di luar negeri.
“Apabila suatu perusahaan tidak menerapkan artificial intelligence sekarang, maka kemajuan perusahaan ini akan tertinggal dengan perusahaan lainnya,” kata Rudy Rusdiah di acara Data Gov AI Summit, Expo, dan Award 2019, di JCC, Jakarta, Kamis (7/11).
Keberadaan AI berdampak persaingan bisnis pada industri apapun seperti perbankan dengan perusahan teknologi finansial (tekfin), perusahaan transportasi publik dengan perusahaan aplikasi transportasi, serta perusahaan perjalanan wisata dengan perusahaan aplikasi perjalanan wisata.
“Perusahaan yang menjalankan bisnis secara konvensional akan terganggu dengan perusahaan baru yang menerapkan AI,” ujarnya.
Pekerja tidak perlu khawatir, lanjut Rudy, dengan perusahaan tempatnya bekerja yang menerapkan AI. Karena, implementasi ini akan memunculkan jenis dan jumlah pekerjaan baru.
“Bahkan, penerapan AI akan meningkatkan kemampuan pekerja suatu perusahaan,” katanya.