Jakarta, Gatra.com - Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta, Saefullah mengatakan bahwa Pemprov DKI melakukan proses penganggaran yang sama dengan era gubernur sebelumnya. Ia membantah apabila Pemprov disebut tidak transparan.
"Jadi gini loh, saya ini mengikuti zaman Pemprov yang dulu, dan yang sekarang saya mengikuti. Jadi dituduh kalau kita tidak transparan, itu salah besar," kata Saefullah saat ditemui di Balai Kota Jakarta, Kamis (7/11).
Saefullah menegaskan, Pemprov pasti akan membuka dokumen anggaran kepada publik melalui situs web apbd.jakarta.go.id. Namun, dilakukan setelah APBD 2020 resmi ditetapkan.
"Karena yang kita lakukan sekarang ini persis sama dan sebangun dengan apa yang kita lakukan dahulu, tidak ada yang diumpet-umpetin," tuturnya.
Sebelumnya, Juru Bicara Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Rian Ernest mengatakan, seharusnya Pemprov mengunggah dokumen anggaran bahkan sebelum disahkan. Tujuannya, supaya publik bisa melihat perkembangan dari proses perencanaan anggaran DKI.
Rian mengatakan, meski tidak ada aturan yang mewajibkan Pemprov DKI Jakarta untuk mengunggah dokumen, tetapi pemprov harus melakukannya apabila mengacu asas transparansi atau keterbukaan pemerintah.
"Yang dipraktekan oleh Gubernur Anies itu bertentangan dengan asas umum pemerintahan yang baik. Kami menjalankan fungsi kami sebagai mitra dari eksekutif Pemprov DKI. Yang kami lakukan hanya bersurat dan menyampaikan pandangan kami di hadapan publik. Harapannya ada perubahan," ujar Rian.
Pembahasan APBD DKI menjadi sorotan sejak munculnya anggaran dengan nilai yang tidak wajar. Setidaknya ada lima anggaran fantastis yang dipertanyakan DPRD DKI Jakarta, yakni anggaran influencer Rp5 miliar, pembangunan jalur sepeda Rp73,7 miliar, pembelian lem Aibon Rp82,8 miliar, pembelian bolpoin Rp124 miliar, dan pembelian komputer Rp121 miliar.
Selain itu, dua pejabat Pemprov mundur di tengah polemik pembahasan APBD, yaitu Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Edy Junaedi dan Kepala Bappeda Sri Mahendra.