Makassar, Gatra.com — Sumber air di Bantimurung cukup melimpah. Tapi lahan sawah warga yang luasnya mencapai ribuan hektare selalu kekeringan. Akibatnya, produksi petani tidak maksimal karena hanya menjadi sawah tadah hujan. “Panen sampai dua kali itu sangat sulit. Kalau tidak ada hujan, maka gagal panen petani,” ungkap tokoh masyarakat Desa Mangeloreng, Kecamatan Bantimurung, Haji Bombong, Rabu (6/11).
Masalah kekeringan ini, lanjutnya, sangat ironi. Sebab, sumber air di Leang-leang, Bantimurung tidak jauh. Hanya butuh dialirkan ke sawah-sawah petani. Bisa melalui pipanisasi, bisa juga dengan pompanisasi. Apalagi jika bisa dibuatkan bendungan. Tapi petani tak bisa melakukan tanpa dukungan pemerintah. “Jika itu bisa dilakukan, maka tentu pendapatan petani bisa meningkat,” ungkapnya di hadapan Wakil Ketua DPRD Sulsel, H Ni’matullah, SE.,Ak yang datang bersilaturahmi.
Kepala Desa Mangelorang, Muhammad Darwis mengakui, masalah kekeringan masih terus melanda desanya. Ia pun berharap, kunjungan pengambil kebijakan ke desanya bisa memberi solusi. Ni’matullah merespons permasalahan tersebut. Ia mengaku prihatin atas pemandangan lahan sawah yang terbentang luas kekeringan. Pada sisi lain ada sumber air yang melimpah tapi tidak bisa dinikmati warga. Justru air tersebut mengalir sampai ke Makassar sebagai bahan baku air PDAM.
“Saya sangat prihatin melihat kondisi ini. Semoga bisa ada solusi,” imbuhnya. Ia lalu meminta agar dibuatkan proposal permohonan untuk program tersebut. Apalagi pembahasan APBD 2020 akan diketuk pada 30 November 2019. Dengan catatan, luas lahan persawahan dimaksud memang dalam batas kewenangan provinsi.
Ketua DPD Partai Demokrat Sulsel ini menjelaskan, ada pengaturan kewenangan antara pemerintah kabupaten dengan provinsi dan pusat untuk membangun bendungan. Untuk lahan persawahan di bawah 1.000 hektare, maka itu menjadi kewenangan kabupaten. Provinsi berwenang untuk lahan persawahan berluas 1.000-3.000 hektare. “Kalau luasnya di atas itu sudah menjadi kewenangan pusat,” imbuhnya.