Jakarta, Gatra.com - Peneliti Lokataru, Elfianysah Alaydrus mengkritik kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang akan direalisasikan per 1 Januari 2020 mendatang. Menurutnya, pelayanan serta manajemen BPJS selama ini dinilai belum profesional dan tidak berpihak pada HAM.
"Kami menilai kebijakan ini tidak patut dikeluarkan oleh pemerintah pada saat BPJS Kesehatan sebagai operator pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional masih belum profesional, masih belum maksimal dalam memberikan pelayanan kesehatan sehingga kami menilai kebijakan ini sangat tidak patut," ujarnya di Kantor Lokataru, Rawamangun, Jakarta Timur, Rabu (6/11).
"Jangan seakan-akan soal defisit BPJS ini yang disalahkan adalah masyarakat. Nah konsep HAM dalam jajaran BPJS, pemerintah harus ditekankan bahwa hak atas kesehatan dan jaminan sosial itu adalah HAM," tambahnya lagi.
Terkait hal itu, dia menilai bahwa seharusnya pemerintah terlebih dahulu melakukan berbagai evaluasi atas kinerja BPJS Kesehatan selama periode 2014-2019, sebelum menetapkan kebijakan yang memberatkan masyarakat.
"Masih banyak pelayanan dan khususnya sejak awal beroperasi BPJS Kesehatan telah defisit. Ini yang menjadi penekanan kami bahwa sebelum menaikan iuran, seharusnya BPJS Kesehatan melakukan berbagai evaluasi dari khususnya BPKP yang telah melakukan audit, tetapi hari ini belum ada evaluasi dan lagi-lagi BPJS Kesehatan melakukan pembebanan terhadap masyarakat," tutur peneliti LSM yang bergerak di bidang HAM ini.
Oleh sebab itu, dia mengimbau pemerintah untuk terlebih dahulu mempelajari hasil audit BPKP terhadap BPJS Kesehatan sebelum menentukan kebijakan itu. Selain itu dia mengungkapkan, sejak awal berdirinya BPJS Kesehatan tidak sesuai dengan usulan Dewan Jaminan Sosial Nasional, yang mengakibatkan perusahaan milik negara ini terus menerus mengalami defisit.
"Dari temuan hasil audit dari temuan data bahwa adanya celah-celah yang menjadi akar defisit BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan harus melakukan pembenahan diri dulu," imbuhnya.