Jakarta, Gatra.com - Menurut anggota Komisi VII DPR RI, Rusda Mahmud, eskpor bijih nikel dan pembangunan smelter telah diatur dalam beberapa regulasi. Oleh karena itu, ia menyangsikan adanya rencana percepatan penghentian ekspor bijih nikel bisa terwujud dalam waktu dekat.
"Batasan ekspor dapat dilakukan melalui pengetatan aturan penegakan hukum dan dapat memberikan sanksi," katanya di Jakarta, Rabu (6/11).
Hal tersebut telah diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 25 Tahun 2018 tentang pengusahaan pertambangan mineral dan batubara. Di situ dijelaskan batasan minimum produk pengolahan dan pemurnian mineral. Lalu, rekomendasi ekspor diberikan dengan pengawasan ketat.
Baca Juga: DPR Sebut Penghentian Ekspor Bijih Nikel Tidak Diperlukan
Selain itu, ketentuan kemajuan fisik pembangunan smelter dalam pengajuan permohonan rekomendasi juga tercantum dalam Permen ESDM ini. Bahkan, sanksi administasi bagi kemajuan fisik smelter yang tidak memenuhi 90 persen dari target kumulatif ketika verifikasi enam bulan juga disebutkan.
Dalam Permen ESDM Nomor 11 Tahun 2019 tentang perubahan kedua Permen ESDM Nomor 25 Tahun 2018 juga terdapat pasal 62(A) yang menyebutkan rekomendasi Direktur Jendral.
"Rekomendasi Direktur Jendral sebagaimana dimaksud dalam pasal 50 ayat 2. Untuk penjualan nikel dengan kadar kurang dari 1,7 persen ke luar negeri, diberikan kepada pemegang IUP Operasi Produksi sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan jangka waktu rekomendasi berakhir atau paling lama 31 Desember 2019," jelasnya.
Baca Juga: Percepatan Penghentian Ekspor Bijih Nikel Jadi Perdebatan Menteri
Hal ini juga berlaku bagi pemegang IUP Operasi Produksi setelah diundangkannya Permen ESDM ini. Oleh karena itu, menurutnya pemerintah harus melakukan evaluasi dan monitoring langsung ke lapangan.
"[Pengawasan] untuk memastikan seluruh ketentuan tentang pertambangan mineral yang dijalankan oleh perusahaan. Kalau ada yang melanggar, tidak sesuai ketentuan, harus dikenakan sanksi atau diberhentikan sesuai perundang-undangan yang berlaku," tegasnya.
Dengan adanya evaluasi dan monitoring langsung, kebijakan pemerintah akan berdasar pada amanat konstitusi. "Kebijakan tidak boleh diberlakukan untuk kepentingan golongan tertentu. Kemakmuran dan kesejahteraan rakyat adalah segala-galanya, semuanya untuk rakyat," pungkasnya.