Semarang, Gatra.com- Selama Januari-September 2019 sebanyak 511 orang di Jawa Tengah (Jateng) dipasung karena dianggap mengalami gangguan jiwa. Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan (Dinkes) Jateng, Titik Murhayati, menyatakan kasus pemasungan terjadi merata di 35 kabupaten/kota.
“Dari laporan yang masuk orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang dipasung pada triwulan II 2019 sebanyak 511 orang, dari jumlah ini 115 telah dibebaskan,” katanya pada konferensi pers di Gedung Gubernuran Jateng di Jalan Pahlawan, Semarang, Rabu (6/11).
Daerah paling banyak terjadi kasus pemasungan, menurutnya, terjadi di Brebes sebanyak 54 orang, disusul Kendal sebanyak 41 orang, dan Banyumas sebanyak 36 orang. Masih banyaknya kasus pemasungan terhadap ODGJ ini, lanjut Titik, karena keluarga merasa putus asa merawat penderita serta dianggap dapat membahayakan orang lain. “Bukan semata kesalahan pihak keluarga penderita ODGJ melakukan pemasungan. Memang perlu ada penyadaran,” ujarnya.
Pihak keluarga penderita ODGJ, lanjutnya, dapat membawas ke Puskesmas terdekat untuk mendapatkan pengobatan bila belum sembuh akan dilakukan rehabilitasi ke panti milik Dinas Sosial atau rumah sakit jiwa. “Kami melakukan kerja sama dengan Dinas Sosial menangani kasus pemasungan di masyarakat dalam rangka mewujudkan Jateng bebas pasung,” ucapnya.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Sosial Jateng, Yusadar Armunanto dalam kesempatan sama, menyatakan penanganan kasus pemasungan terkendala terbatasnya daya tampung di panti. Menurut ia, pihaknya hanya memiliki 11 panti dengan daya tampung 1.037 orang. Panti tersebut juga digunakan untuk melakukan rehabilitasi penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS). “Pihak keluarga ODGJ juga menolak menerima kembali mereka yang sudah purna bina dari panti milik Dinas Sosial,” ujar Yusadar.
Agar penanganan kasus pemasungan bisa efektif, Yusadar, berharap di setiap kabupaten/kota memiliki shelter rehabilitasi sosial penanganan PMKS tim assement. Di samping itu perawatan pasien ODGJ di rumah sakit jiwa dilakukan secara tuntas. “Pihak keluarga dan masyarakat mau menerima kembali ODGJ yang sudah sembuh untuk hidup bermasyarakat,” kata Yusadar.