Padang, Gatra.com Jumlah investasi keseluruhan yang masuk ke Sumatra Barat (Sumbar) hingga saat ini masih terbilang rendah. Hal ini tidak terlepas dari berbagai persoalan tanah ulayat, dan masih rendahnya pemahaman masyarakat tentang investasi. Pengakuan itu disampaikan Wakil Gubernur Sumbar, Nasrul Abit dalam Forum Komunikasi Publik Indeks Kepuasan Masyarakat (FKP-IKM), Senin (4/11) di Padang.
Padahal, pihaknya sudah berupaya menggaet investor dengan memberikan pelayanan terbaik dan mempersulit perizinan. "Kalau dari pemerintah sebenarnya tidak pernah dipersulit. Hanya saja, di masyarakat terkadang bermasalah. Pemahaman masyarakat Sumbar tentang investasi ini masih rendah. Apalagi masih banyak yang mempersoalkan tanah ulayat," kata Nasrul kepada Gatra.com di Padang.
Terkait hal itu, ke depannya, sebelum izin diproses hendaknya komponen masyarakat yang mungkin mengganggu investasi bisa dirangkul mulai dari pimpinan, pemuda, hingga pemilik lahan, diajak diskusi bersama. Tujuannya, seluruh permasalahan investasi bisa clean and clear mulai dari tingkatan bawah.
Di samping itu, apabila menyangkut beberapa hal teknis, pemerintah daerah sepatutnya mengajak pakar atau ahli yang kompeten. Tujuannya, untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait efek investasi, terutama menyangkut lingkungan yang berdampak negatif kepada masyarakat.
Nasrul juga menegaskan, investasi guna menggenjot pertumbuhan ekonomi di Sumbar. Apalagi, laju pertumbuhan ekonomi Sumbar dalam beberapa tahun terakhir masih stagnan, sekitar 5,2%.
"Dari dulu, laju pertumbuhan ekonomi masih segitu saja. Pernah sekali naik ke angka 6%, tetapi itu hanya terjadi saat gempa 2009 lalu. Setelah itu, turun lagi. Maka, Sumbar perlu investasi, demi menggenjot pertumbuhan ekonomi," ujar mantan Bupati Pesisir Selatan dua periode itu.
Sementara itu, Kabid Pengaduan, Kebijakan, Pelaporan, dan Layanan (PKPL) Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Sumbar, Edna Leli menyebutkan, IKM pelayanan perizinan selama 2018 berada pada kategori baik, yakni 81,69 dengan skor 3,27.
Kendati begitu, ia mengatakan, investasi yang masuk ke Sumbar secara keseluruhan masih tergolong rendah. Hal ini terkait masih banyaknya persoalan tanah ulayat yang dihadapi investor. Akibatnya, banyak yang enggan dan mengurungkan niatnya untuk investasi di Sumbar.
"Pada 2018 lalu, skor yang kami dapat 3,27. Sedangkan untuk tahun ini, pada semester I, angkanya turun menjadi 3,20. Kendati tidak terlalu signifikan, tetapi tetap perlu perbaikan di sana-sini," ungkap Edna.
Ia menjelaskan, setidaknya ada sebanyak sembilan indikator yang menjadi penilaian untuk menentukan IKM. Indikator itu di antaranya persyaratan, prosedur, waktu pelayanan, tarif, produk layanan, kompetensi pelaksana, perilaku pelaksana, maklumat pelayanan, serta penanganan pengaduan.
Dengan banyaknya indikator itu, pihaknya terus berupaya memperbaiki layanan perizinan, sehingga dapat menyentuh langsung ke tengah masyarakat. Untuk itulah, dilakukan pengukuran melalui IKM, agar nantinya bisa menilai tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan perizinan.