Jakarta, Gatra.com - Manajer Riset FITRA, Badiul Hadi, mengatakan, setidaknya ada 2 catatan tentang upaya Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghindari penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pertama, kata Hadi dalam diskusi Formappi bertajuk "Penyikapan Masyarakat Madani Atas Keputusan Presiden Membatalkan Perppu" di Kantor Formappi, Jakarta, Senin (4/11), memunculkan pembantu-pembantu presiden dengan harapan bisa meredakan polemik tentang isu Perppu KPK.
Menurutnya, penetapan sejumlah wakil menteri juga sebagai upaya Jokowi memecah konsentrasi rakyat. Namun, berbicara soal komitmen adalah tentang keseriusan dan ketegasan dalam konteks pemberatasan korupsi.
"Tapi jika didenger statement, presiden, itu kan bicaranya bahwa pembatalan Perppu tentang KPK terkait dengan proses judicial review yang dilakukan beberapa kelompok masyarakat di MK," katanya.
"Kemudian yang menarik menurut saya, adalah ini presiden bicara soal sopan satun bertata negara, kira-kira begitu, justru kalau kita melihat ketika presiden senang hati berbicara bahwa ketika kita harus menghormati proses di Mahkamah Komsitusi (MK), uji materi atau judicial review justru ini Jokowi juga sedang melanggar sopan santun bernegara," katanya.
Menurut Hadi, melanggar sopan santun bernegara karena pemberatasan korupsi menjadi konsensus bersama seluruh elemen bangsa. Jika konsesus ini dilanggar maka secara otomatis akan melanggar juga sopan santun bertatanegara.
"Makanya justru pertanyaan ini kemudian siapa yang sebetulnya yang melanggar sopan santun bertatanegara? Presiden atau rakyat? Kalau masyarakat kan masih tetap komit, untuk mendukung proses pemberantasan korupsi dan menolak segala upaya pelemahan KPK. Tapi pada faktanya kemudian bicara sopan santun etika bertatanegara, maka presiden hari ini justru bersikap terbalik," ujarnya.
Kemudian yang kedua, presiden mengatakan bahwa kita harus menghormati terlebih dahulu proses di MK. "Saya merasa ada gelagat-gelagat sepertinya presiden pengen lepas tangan dan memberikan persoalan tersebut untuk diselesaikan MK saja. Jadi kalau ada apa-apa, nanti bisa larinya ke MK, kira-kira begitu," ujarnya.
Ia berharap MK akan mengabulkan gugatan untuk pembatalan revisi UU KPK yang sudah disahkan di akhir periode Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) masa tugas 2014-2019.
Reporter: SAR