Semarang,Gatra.com - Sidang perkara gugatan ganti rugi atas dugaan pelanggaran hak cipta, yang diajukan Kasim Tarigan (87), melawan PT Pura Nusa Persada, PT Pura Barutama, Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual, dan Feybe Fence Goni, kembali berlangsung dengan agenda pemeriksaan ahli di Pengadilan Niaga Semarang, Senin (4/11). Dalam sidang hadir menjadi saksi ahli ialah dosen dari Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, Hawin.
Dihadapan majelis hakim yang dipimpin Edi Suwanto, Hawin menilai jika ada suatu pihak yang mengdaptasi sebuah ide yang tertuang dalam sebuah karya tulis, bukan merupakan sebuah pelanggaran dari hak cipta. Sebab sebuah ide tidak bisa dilindungi. "Yang bisa didaftarkan adalah karya tulisnya atau catatannya, bukan idenya karena ide itu tidak bisa di lindungi. Kecuali kalau kita menggandakan karya tulisnya itu baru melanggar hak cipta," ujar Hazim.
Menurut Hawin, orang tidak bisa digugat karena menggunakan atau mengaplikasikan ide atau rumus dari seseorang. "Misalnya seperti ini, saya membuat buku 1000 resep masakan, dan ada orang lain yang membuka restoran menggunakan resep itu maka itu tidak bisa dianggap melanggar," imbuh Hawin.
Sementara itu, salah seorang kuasa hukum penggugat, Andreas menjelaskan kronologi perkara bermula sejak Februari 1993. Saat itu kliennya, Kasim menciptakan karya tulis dengan judul "Hologramisasi atau kinegramisasi pita cukai tembakau atau rokok" yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal HKI Kemenkumham dengan nomor 021812 sejak tahun 2001.
"Yang jadi masalah adalah hologram pada cukai rokoknya, karena hologram cukai rokok baru ada di Indonesia, dan terbukti rokok yang dikeluarkan tahun 1996, tidak ada hologramnya, baru sekitar pada tahun 1997 ada hologramnya di cukai rokok," ungkap Andreas
Menurut Andreas, selama ini pihak PT Pura Nusapersada telah melakukan pencetakan dan penggabungan cukai rokok dengan hologram pada tahun 1996. "Namun tidak pernah mengakui dan membayar hak royalti kepada penggugat hingga saat ini," ucap Andreas.