Palembang, Gatra.com - Mendengar nama pempek, mungkin tidak asing lagi bagi sebagian masyarakat Indonesia, terutama yang berada di Palembang. Namun, selain pempek, ternyata ibu kota Provinsi Sumsel ini menyimpan banyak makanan khas lainnya seperti cemilan kue. Sebut saja misalnya, dadar jiwo, bludder, puntir, ragit, engkak kicut, ulen-ulen, kue lumpang, gandus sampai kue gunjing.
Dikatakan Sulaiha, makanan terutama kue khas Palembang banyak ragamnya, tidak bersumber dari olahan ikan seperti halnya pempek, namun banyak yang berbahan dasar tepung beras dikreasikan. Dalam upaya pendataanya, jumlah kreasi cemilan kue Palembang mencapai 70 ragam. Jumlah itu hanya berasal dari Palembang, belum dari kabupaten/kota lainnya di Sumsel. “Palembang itu menyimpan banyak jenis makanan, mulai dari kue, lauk makan karena memang kreasi bahan makanannya sangat beragam,”ujarnya ditemui Gatra.com belum lama ini.
Untuk cemilan yang berasal dari olahan ikan saja sudah beragam. Jenis pempek yang berisi telur ayam, pempek berisi parutan pepaya dan udang ebi yang ditumis, adpnan pempek berbentuk seperti mie, pempek yang berasal dari kulit ikan, sampai dengan pempek yang dimasak dengan cara dipanggang (dibakar).
“Jenis pempek saja sudah beragam. Selain pempek, di Palembang juga bisa ditemui olahan ikan seperti tekwan, celimpungan, dan laksan. Selain digunakan sebagai bahan dasar makanan, daging ikan juga digunakan sebagai kaldu makanan seperti di burgo,”ujar Sulaiha.
Selain olahan daging ikan, makanan Palembang banyak juga berasal dari olahan tepung beras yang bercampur gula merah, santan, susu, telur dan bahan lainnya. Misalnya saja, kue yang bernama Dadar Jiwo yang berasal dari campuran gandum dan telur yang berisi olahan buah pepaya muda yang saat disajikan berasa gurih. Selain itu, ada yang bernama ulen-ulen yang juga berasal dari tepung beras yang dicampur dengan gula merah (aren) lalu dimasak dengan dicetak berukuran kecil. Bahan ini hampir mirip dengan kue lupang yang juga berasal dari tepung beras bercampur gula aren dengan perbandingan tertentu, sehingga terasa manis lalu dikukus dan disajikan dengan parutan kelapa muda. Nama kue lainnya yang cukup tenar yakni gunjing,
“Selain yang berasa manis, karena berupa campuran tepung beras dan gula merah (gula aren), juga terdapat kudapan yang terasa lebih gurih (asin) seperti gandus. Tepung beras yang dicampur dengan santan, lalu dimasak dalam tempat (cetakkan) kecil yang kemudian diberi taburan udang ebi, bawang goreng, cabe merah, dan sedikit seledri,”ujarnya.
Selain kue yang dimasak dalam cetak berukuran kecil, juga terdapat kue-kue yang dimasak dalam cetakkan berukuran lebih besar, untuk disajikan dalam potongan tipis. Misalnya saja, kue 8 jam, maksuba, engkak ketan, engkak lapis, kue lapis dan lainnya. Bahan utamannya hampir sama, yakni telur ayam, gula, santan, susu dan campuran lain yang dimasak dalam waktu yang sangat lama. “Seperti kue 8 jam itu, benar-benar dimasak selama 8 jam dengan campuran telur dan susu dalam jumlah banyak,”ujar Sulaiha yang kini menjabat sebagai Ketua Asosiasi Perusahaan Jasaboga Indonesia (APJI) Sumsel.
Dikatakan dia, APJI juga berperan sebagai organisai yang menginventaris kembali kuliner yang ada, sekaligus mempromosikannya. Untuk Palembang sendiri jumlah dan jenis makanan sudah banyak beragam.
Orang Palembang Suka Makan
Menurut Sulaiha, ragam makanan yang tercipta dipengaruhi kesukaan masyarakat Palembang akan makanan atau dengan kata lainnya, masyarakat Palembang suka makan. Anuegerah sungai yang juga menghasilkan ikan sangat memberikan kontribusi pada ragam makanan di Palembang namun banyak juga makanan Palembang yang tidak berasal dari ikan.
“Sejak jaman kerajaan mungkin ya, sudah banyak makanan yang dimasak sehingga memang makanannya beragam, terutama itu orang Palembang memang suka makan,”ujarnya.
Apalagi, pada perayaan-perayaan hari penting misalnya pada pernikahan. Di Palembang dikenal dua hari perayaan pernikahan yakni pada hari minggu dan senin. Pada hari senin, yang menjadi hari perayaan bagi kalangan muda-mudi dikenalkan ragam makanan cemilan dan kue. Ragam kue disajikan dengan sistem prasmanan yang dibuat mengeliling dan di tengah kue yang diletakkan berkeliling itu terdapat dua orang gadis yang bertugas memastikan kue-kue yang disajikan dalam ragam yang lengkap bagi para tamu. Sayangnya, tradisi ini makin dilupakan oleh masyarakat Palembang seiring dengan makin banyak ragam makanan yang mulai ditinggalkan.