Jakarta, Gatra.com - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DKI Jakarta dinilai tidak memahami masalah sehubungan protes yang mereka layangkan terkait temuan anggaran janggal dalam dokumen Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) DKI Jakarta tahun 2020.
Menurut Ketua Umum Abdi Rakyat, relawan Anies Baswedan, Mohamad Huda, PSI seharusnya memaksimalkan perannya dalam rapat pembahasan anggaran jika menemukan keganjilan sebelum memublikasikan di media sosial, sehingga terkesan mencari sensasi, bukan hendak memperbaiki.
"Kami menilai Fraksi PSI tak memahami pembahasan tentang KUA-PPAS maupun APBD yang dilaksanakan melalui rapat DPRD DKI dengan Gubernur. Fraksi PSI belum paham fungsi penganggaran yang dimiliki DPRD DKI. Fraksi PSI harus banyak belajar dari anggota DPRD lain mengenai tupoksi DPRD," kata Huda dikutip dari Antara, sabtu (2/11).
Pasalnya, lanjut Huda, tanpa harus dipublikasikan, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, sesungguhnya telah melakukan koreksi terhadap dokumen KUA-PPAS 2020 yang dinilai tak wajar.
"Sebelum legislator PSI blow up temuan itu, Gubernur sebenarnya sudah menyisir rencana anggaran KUA-PPAS. Ia menemukan banyak anggaran aneh termasuk di Dinas Pendidikan yang anggarannya naik 800%," ujar Huda.
Anies juga, kata Huda, telah memerintahkan untuk revisi terhadap anggaran tak masuk akal itu. Namun menurutnya, persoalan semacam ini bukan hanya berlangsung di era Anies, tapi juga terjadi di kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Atas dasar itu, ia menyarankan agar sistem e-budgeting APBD DKI diperbaiki, sehingga kesalahan serupa tak terulang.
"Adanya anggaran aneh dalam rencana belanja SKPD/UKPD bukan hanya terjadi di Jakarta saat ini. Menurut teman saya yang menjadi Ketua TGUPP zaman Pak Ahok, kesalahan serupa terjadi pada tahun 2015. Waktu itu diketahui Dinas Pariwisata memasukkan komponen sewa teater besar dengan harga fantastis. Sehingga muncul angka Rp300 miliar untuk sesuatu yang tak pantas," ujarnya.
Bahkan menurut dia, wajar saja anggaran yang berlebihan dalam dokumen KUA-PPAS karena anggaran tersebut bersifat sementara.
"Itu RKA awal sebelum KUA PPAS kan? Biasanya waktu itu input buru-buru sehingga yang penting duitnya genap dulu belum bisa detail. Karena paling susah itu mengumpulkan bahan kebutuhan apalagi belanja kantor adalah gelondongan," ucapnya.
Proses dan sistem ini, kata Huda, bukan hanya berlangsung di Jakarta, tapi di daerah-daerah lainnya. Atas itu, ia meminta PSI dan masyarakat tak perlu khawatir, mengingat proses hingga akhirnya KUA-PPAS menjadi anggaran sesungguhnya dalam APBD, masih panjang.
"Yang jelas, Pemprov DKI berkomitmen untuk memperbaiki. Sebagaimana disampaikan Ketua Bappeda DKI [Mahendra Satria Wirawan] dalam press conference kemarin. Penyisiran dan pengecekan terhadap komponen anggaran pun akan ditingkatkan, dengan batas akhir pembahasan bersama DPRD Provinsi DKI Jakarta pada 30 November 2019," katanya, menambahkan.
Sebelumnya, Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta melalui anggotanya, William Aditya Sarana, menyoroti sejumlah anggaran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang janggal.
Anggaran yang menjadi sorotan PSI dalam rancangan Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran (KUA-PPAS) 2020, mulai dari anggaran Rp82,8 miliar untuk pengadaan lem Aibon di Suku Dinas Pendidikan Jakarta Barat, pengadaan ballpoint sebesar Rp124 miliar di Suku Dinas Pendidikan Wilayah I Jakarta Timur.
Selain itu, anggaran Rp121 miliar juga ditemukan untuk pengadaan 7.313 unit komputer di Dinas Pendidikan. Lalu, ada beberapa unit server dan storage senilai Rp66 miliar dianggarkan oleh Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik.
Setelah viral di media sosial, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menutup laman tautan rancangan Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran (KUA-PPAS) 2020 DKI Jakarta pada laman web apbd.jakarta.go.id.
Padahal awalnya, laman itu bisa dibuka publik. Namun, sejak Selasa malam (29/10), laman itu tidak bisa diakses kembali.
Saat ini, tahapan penyusunan anggaran DKI Jakarta adalah pembahasan dokumen KUA-PPAS yang merupakan produk dari Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) hasil dari Musrenbang dari tingkat kelurahan hingga provinsi.
Setelah nantinya disepakati, dokumen KUA-PPAS akan menjadi Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) sebelum menjadi Raperda APBD yang kemudian dievaluasi Kemendagri untuk jadi APBD murni usai dievaluasi.
RKA dengan Raperda APBD sendiri harus sudah diterima Kemendagri paling lambat tanggal 30 November 2019 untuk menghindari sanksi administrasi.