Jakarta, Gatra.com - Pengamat Kebijakan Publik, Riant Nugroho, menilai bahwa kehadiran wakil menteri (wamen) dalam struktur kabinet dapat menyebabkan fenomena Matahari kembar bila sang wamen mempunyai ambisi atau keinginan untuk mempunyai kewenangan yang setara dengan menteri. Potensi tersebut kian besar apabila menteri dan wamen berasal dari latar belakang yang sama.
"Misal keduanya mempunyai background sama-sama berangkat dari politisi. Nah, ini kan sama, jadi punya pandangan yang sama sehingga berpotensi matahati kembar. Makanya yang baik itu menteri dan wakil menteri itu komposisinya politisi-akademisi atau sebaliknya," ujar Riant saat dihubungi Gatra.
Menurut Riant, secara normatif memang komposisi yang ideal dalam struktur menteri dan waki menteri diisi oleh komposisi politisi dan akademisi.
"Jadi sejatinya komposisi itu memang dari politisi dan akademisi. Misal, kita memang tahu bahwa menteri itu jabatan yang politis. Nah, memang ada baiknya diserahkan kepada politisi atau pengusaha atau praktisi. Sedangkan untuk wamen, itu semuanya harus dari kalangan pakar atau akademisi yang nonpolitis. Kenapa pakar? Karena mereka sudah secara naruliah untuk tidak serakah kepada kekuasaan, fokus pakar dan akademisi itu adalah membenarkan yang belum benar," kata Riant.
Selain itu, Riant juga menyayangkan posisi dalam kabinet Jokowi karena justru menjadi agenda politik balas budi kepada partai politik yang saat kampanye mendukungmya. Padahal sejatinya, seperti dalam Pasal 10 UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara direkomendasikan jabatan wamen diprioritaskan untuk akademisi.
"Nah, untuk mencegah terjadinya fenomena Matahari kembar di kementerian, pembagian kerjanya harus dilakukan secara leveling. Artinya, menteri baiknya lebih kepada decision making, dan wamen lebih kepada decision preparation," ujarnya.