Bandung, Gatra.com - Sepanjang Januari 2019 hingga Oktober 2019, Badan Nasional Penanggulangan Bencana mencatat, terjadi 964 bencana puting beliung. Dalam keterangan yang diberikan oleh Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB, Agus Wibowo, hingga akhir Oktober 2019 tercatat, rumah yang mengalami kerusakan akibat puting beliung jumlahnya mencapai puluhan ribu.
Sebanyak 1.794 unit rumah mengalami rusak berat, 2.978 unit rumah mengalami rusak sedang, dan 17.816 unit mengalami rusak ringan. Kerusakan juga terjadi di sektor pendidikan, rumah ibadah, dan kesehatan.
"Puting beliung tidak hanya menyebabkan kerusakan, tetapi juga korban jiwa," katanya, Jumat (1/11). Pihaknya mencatat, sebanyak 16 orang meninggal dunia, dua orang hilang, dan 177 mengalami luka-luka akibat puting beliung.
Ia menuturkan, angin puting beliung merupakan angin kencang yang memiliki parameter kecepatan angin dan waktu kejadian. "Fenomena puting beliung terjadi saat pancaroba, baik peralihan dari musim penghujan maupun sebaliknya," imbuhnya.
Lebih lanjut, Agus menuturkan, puting beliung biasanya terjadi pada siang atau sore hari. Secara kasat mata, masyarakat bisa mengenali beberapa tanda terjadinya puting beliung.
"Sebelum puting beliung, biasanya udara panas pada malam hingga pagi, terlihat pertumbuhan awan cumulus, serta hembusan udara dingin," ujarnya.
Agus menambahkan, awan tersebut juga terlihat pada pagi hari. Bentuknya menjulang tinggi serupa bunga kol dan berwarna abu-abu. Awan ini, lanjutnya, akan berubah warna dalam waktu singkat.
Angin puting beliung ini masuk dalam bencana hidrometeorologi atau bencana yang dipengaruhi oleh fluktuasi keberadaan air. Hal ini ada di dalamnya, termasuk curah hujan.
Dalam catatan BNPB, bencana hidrometeorologi yang terjadi sepanjang Januari 2019 hingga Oktober 2019, Pulau Jawa menjadi lokasi dengan sebaran bencana terbanyak.