Palembang, Gatra.com - Direktorat Reserse Tindak Pidana Umum (Diretkrum) Kepolisian Daerah (Polda) Sumsel menetapkan dua tersangka sepasang suami istri yang menjadi Pengelola dan Ketua Yayasan Perguruan Tinggi Widya Darma di Palembang. Keduanya diamankan atas laporan 64 alumnus kampus yang mengetahui jika kampus tempat mereka pernah berkuliah tidak terdaftar di Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti).
Salah satu pelapor, Mulyadi menuturkan pihak kampus telah mengeluarkan ijasah yang dibagikan kepada mahasiswa, namun kecurigaan muncul ketika Surat Tanda Registrasi (STR) yang biasa diberikan kepada calon tenaga kesehatan tidak juga diberikan oleh pihak kampus. Setelah diusut para alumni dengan mempertanyakan langsung kepada Kemenristekdikti, para alumnus baru mengetahui jika kampus yang menjadi tempat pembelajaran mereka selama ini tidak berizin (illegal).
“Kami sangat terkejut, saat dicek langsung ke Kementrian, ternyata kampus kami tidak terdaftar, dan akibatnya ijasah yang dikeluarkan pihak kampus tidak bernomor, (teregristasi),”ujar ia, Kamis (31/10). Adapun, ijasah para alumnus yang tidak terdaftar diantaranya Akademi Farmasi (Akfar) dan Akademi Perekam dan Informatika Kesehatan (Apikes).
Dengan temuan ini, para alumnus melaporkan pihak kampus atas tindakan penipuan terhadap mahasiswa. Diakui Mulyadi, pilihan atas kampus itu karena hanya kampus di bawah Yayasan Perguruan Tinggi Widya Darma yang memiliki jurusan Akademi Perekam Medis (Apikes). Saat mendaftar, juga tidak mencari tahu lebih banyak mengenai izin kampus atau mengecek sampai ke Kemendikti.
“Sistem belajarnya sama seperti kampus lain,”pungkasnya.
Selama tiga tahun belajar di kampus tersebut, Mulyadi mengaku sudah mengeluarkan biaya mencapai Rp50 juta. Pembiayaan bermula dari proses pendftaran awal, biaya SPP dan lainnya. Atas laporan puluhan alumnus ini, Polda Sumsel menetapkan dua tersangka yakni Pengelola dan Ketua kampus menjadi tersangka. Keduanya, terjerat dengan hukuman pasal 378 KUHP junto 171 junto 63 ayat 1, Undang-Undang 20 tahun 2003 mengenai penipuan dalam dunia pendidikan dengan ancaman hukuman paling lama 10 tahun dan denda Rp1 Miliar.
“Penyelidikan atas kasus ini bermula sejak alumnus melaporkan kampus atas ijasah yang tidak terdaftar di Kemenristekdikti, dan baru diketahui jika kampus mereka belum terdaftar. Jika tidak dicek oleh mereka (alumnus), mungkin mereka tidak mengetahui hal tersebut,”ujar Kabid Humas Polda Sumsel, Kombes Pol Supriyadi saat konfrensi pers di Mapolda Sumsel, Rabu (31/10).