San Fransisco, Gatra.com - Twitter menerapkan larangan penayangan iklan politik di platform mereka di seluruh dunia. Korporasi menilai bahwa jangkauan pesan politik semacam itu harusnya diperoleh begitu saja, bukan dibeli lewat sebuah iklan.
"Sementara periklanan internet sangat kuat dan sangat efektif untuk pengiklan komersial, kekuatan itu membawa risiko yang signifikan bagi politik," kata CEO Twitter, Jack Dorsey dalam cuitannya, dilansir BBC News, Kamis (31/10).
Dia menambahkan, iklan politik internet menyajikan "tantangan yang sama sekali baru untuk wacana sipil". Tantangan-tantangan ini termasuk optimalisasi olah pesan berbasis machine learning, penargetan mikro, informasi menyesatkan yang tidak dicentang, dan indikasi pemalsuan.
"Ini tidak kredibel. Kami tengah bekerja keras untuk menghentikan orang-orang dari permainan sistem dan penyebaran info yang menyesatkan," tulis Dorsey.
Ia menunjukkan, bahwa banyak gerakan sosial yang sudah mencapai skala besar tanpa iklan politik. Sedangkan untuk iklan yang mendukung untuk pendaftaran pemilih tidak akan terpengaruh oleh larangan tersebut.
Baru-baru ini, media sosial seperti Facebook justru mengesampingkan larangan iklan politik. Berita larangan itu membagi kubu politik Amerika untuk pemilihan 2020.
Manajer kampanye pemilihan ulang Presiden Donald Trump, Brad Parscale mengatakan, larangan itu adalah upaya lain dari pihak kiri untuk membungkam Trump dan kaum konservatif.
Bereaksi terhadap langkah tersebut, pendiri Facebook, Mark Zuckerberg membela kebijakan perusahaannya. "Dalam sebuah demokrasi, saya pikir itu tidak tepat bagi perusahaan swasta untuk menyensor politisi atau berita," katanya saat konferensi dengan wartawan.
Diketahui, larangan Twitter tersebut akan diberlakukan mulai 22 November, dengan rincian lengkap yang dirilis pada 15 November mendatang.