Washington, D.C., Gatra.com - Pada bulan September 2019, terungkap bahwa produk bedak bayi dari perusahaan Johnson & Johnson mengandung asbes. Lalu, Selasa kemarin (29/10), J&J mengumumkan, hasil laboratorium lain tidak menemukan asbes dalam sampel dari botol yang diuji oleh Food and Drug Administration (FDA) AS.
Direktur laboratorium AMA Analytical Services Inc, Andreas Saldivar yang telah melayani J&J sebagai klien mereka sejak tahun 2017 memberikan pembelaan. Pada pembelaannya di tahun 2018, Saldivar bersaksi, bahwa pengujian yang dilakukan pada 2010 untuk FDA tidak menunjukkan bukti asbes di dalam bedak bayi milik J&J, demikian dikutip dari Reuters.
Sementara itu, laboratorium Saldivar mulai menguji produk bedak untuk FDA lagi tahun ini dan dalam pengujian tersebut mereka betul-betul menemukan asbes dalam sampel yang tidak ditandai, yang kemudian diidentifikasi FDA sebagai Johnson's Baby Powder.
"Saya belum pernah mendengar hal seperti ini. Ini adalah berita buruk bagi J&J. Penggugat jelas akan mengatakan direktur lab ini bekerja untuk J&J selama bertahun-tahun dan ternyata sekarang ia menemukan asbes. Sehingga pasti ada asbes di sana," kata seorang profesor hukum Universitas Kentucky yang berspesialisasi dalam tanggung jawab produk, Richard Ausness.
Tantangan J&J sekarang, lanjutnya, adalah untuk mendiskreditkan hasil tes tunggal sebagai kesalahan tanpa merusak reputasi dan rekam jejak saksi ahlinya.
"J&J dapat mencoba membingkainya karena direktur lab ini tidak bisa diandalkan atau tidak kompeten, tetapi hal positif yang salah dapat terjadi dan diperlukan tes tambahan," ujar Ausness.
Perusahaan itu tampaknya melakukan hal itu dengan mengatakan pengujian yang dilakukan oleh laboratorium lain yang dipekerjakan J&J tidak menemukan asbes dalam botol bedak bayi yang sama yang diuji oleh Saldivar untuk FDA, atau dalam banyak bedak bayi yang ditarik kembali sebagai hasil penemuan Saldivar.