Jakarta, Gatra.com - Perencana Keuangan, Tejasari mengatakan, budaya konsumtif yang saat ini dimiliki oleh para milenial sudah sangat sulit untuk dihilangkan. Karenanya, dia kemudian mengungkapkan, tidak apa-apa jika para milenial ingin berperilaku positif, asalkan dia punya tabungan darurat.
"Saya pikir susah ya, untuk menghilangkan kebiasaan konsumtif para milenial, jadi, sekarang begini saja, tidak apa-apa konsumtif, tapi dia harus punya dana darurat," kata dia saat ditemui di kawasan Mega Kuningan, Jakarta, Rabu (30/10).
Teja melanjutkan, jumlah uang yang harus disisihkan oleh milenial tidak perlu banyak. Namun setidaknya, tabungan untuk dana darurat berjumlah satu kali pengeluaran bulanan dikali jumlah bulan yang diantisipasi.
Dia memisalkan, dalam satu bulan seseorang memiliki pengeluaran sebanyak Rp3 juta. Maka, dia setidaknya harus memiliki tabungan dana darurat, yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya nanti tiga hingga enam bulan.
"Paling tidak, di tabungan itu harus ada uang yang cukup untuk dia bertahan selama tiga sampai enam bulan. Untuk jaga-jaga kalu saja dia diberhentikan dari pekerjaannya, dia bisa bertahan untuk cari kerja, tiga bulan cukuplah," jelas Teja.
Dana darurat itu, tutur Teja, harus disimpan dalam rekening khusus, yang terpisah dari rekening yang setiap hari milenial gunakan untuk konsumsi hariannya. Sehingga, darurat yang sengaja disimpan itu tidak berkurang untuk konsumsi harian.
Selain dana darurat, milenial juga sudah seharusnya memiliki tabungan investasi. Menurut Teja, kedua dana cadangan itu dapat digunakan untuk menjamin masa depan si milenial.
"Kalau sudah Menyisihkan uangnya untuk dana darurat dan investasi, boleh lah, tidak apa-apa, tu uang dihabiskan," pungkas Teja.