Jakarta, Gatra.com - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak kemarin, Selasa (29/10) dan hari ini, Rabu (30/10) telah menggeledah dua tempat di Kota Medan terkait kasus suap proyek dan jabatan pada Pemerintah Kota Medan tahun 2019.
"Tim melakukan penggeledahan di rumah seorang saksi bernama Yencel alias Ayen. Pada hari ini, Rabu penggeledahan di rumah seorang saksi bernama Farius Fendra alias Mak te di Kota Medan," ujar Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Rabu (30/10).
Menurut Febri, Dari lokasi geledah Selasa (29/10) disita sejumlah dokumen proyek dan barang bukti elektronik. KPK mengimbau semua pihak bersikap koperatif, termasuk saksi Farius Fendra yang direncakan akan diperiksa minggu depan.
"Selain penggeledahan, hari ini KPK juga masih melakukan pemeriksaan delapan orang saksi untuk tersangka TDE yang dilakukan di Kejati Sumatera Utara. Saksi yang diperiksa masih dikonfirmasi terkait sumber dana yang digunakan Wali Kota Medan beserta jajaran untuk melakukan perjalanan dinas ke Jepang yang tidak bersumber dari APDB," kata Febri.
Febri memaparkan, Dzulmi sebagai Wali Kota Medan memerintah untuk mencari dana dan menutupi ekses dana non-budget perjalanan ke Jepang tersebut sekitar Rp800 juta.
"Kadis PUPR mengirim Rp200 juta ke wali kota atas permintaan melalui protokoler untuk keperluan pribadi wali kota. Diduga IAN dimintai uang karena diangkat sebagai kadis PU oleh TDE," ungkap Saut di Jakarta, Rabu (16/10).
Isa Ansyari yang telah mentransfer dana Rp200 juta ditanyai ajudan Dzulmi AND tentang kekurangan uang sebesar Rp50 juta, yang disepakati. IAN menyampaikan untuk mengambil uang tersebut secara tunai di rumahnya.
Atas perbuatannya, Dzulmi dan Syamsul Fitri disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan pemberi, Isa Ansyari disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.