Yogyakarta, Gatra.com – Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta menetapkan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten/kota (UMK) 2020 naik 8.,51 persen. Aliansi Buruh Yogyakarta (ABY) kecewa atas penetapan tersebut dan menilai Gubernur DIY tidak sensitif.
Kenaikan upah itu disampaikan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) DIY Andung Prihadi Santoso usai rapat penetapan UMP dan UMK 2020 di Kantor Gubernur DIY Kepatihan, Kota Yogyakarta, Rabu (30/10).
“Hari ini telah dilaksanakan rapat final antara Dewan Pengupahan Provinsi dengan Dewan Pengupahan Kabupaten/ Kota yang dihadiri Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X dan para Bupati/ Wali Kota,” kata Andung.
Andung menyatakan, metode kenaikan upah tahun depan mengacu Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 dan Surat Edaran Kementerian Tenaga Kerja Nomor B-M/308/HI.01.00/X/2019 tertanggal 15 Oktober 2019 yang menetapkan kenaikan UMP sebesar 8,51 persen atau naik 0,48 persen dari 2019.
Penatapan kenaikan upah itu berdasarkan tingkat inflasi nasional dan pertumbuhan produk domestik bruto tahun 2019 yang berlaku di seluruh provinsi di Indonesia.
Dengan demikian, UMP Pemda DIY tahun depan menjadi Rp1.704.608, 25 sen, dari sebelumnya Rp1.570.922.73 sen. “UMP adalah yang terendah dan menjadi acuan bagi kabupaten/ kota menetapkan UMK-nya,” lanjut Andung.
Dengan penatapan tersebut, UMK Sleman tahun depan sebesar Rp1.846.000 atau naik Rp145.000 dari sebelumnya Rp1.701.000,00. UMP Kota Yogyakarta masih yang tertinggi yakni Rp2.004.000, dari sebelumnya Rp1.846.400.
Adapun UMK Bantul Rp1.790.500, naik dari Rp1.649.800. UMP Kulonprogo yang semula Rp1.613.200 menjadi Rp1.750.500. “UMP Gunungkidul menjadi Rp1.705.000. Tahun lalu UMP Gunungkidul sebesar Rp1.571.000,” lanjut Andung.
Ia mengatakan, penetapan upah minimum ini disampaikan ke Gubernur DIY pada 1 November untuk ditetapkan secara resmi pada 2 November. Jumlah itu kemungkinan kecil berubah karena sudah dinyatakan final.
Sekretaris Jenderal ABY Kirnadi menyatakan UMP dan UMK ini sangat mengecewakan pekerja dan buruh. “Penetapan UMP menjadi bukti bahwa Gubernur yang sekaligus raja Keraton Yogyakarta tidak sensitif terkait kebutuhan hidup layak buruh dan pekerja, sebab (UMP) hanya didasarkan pada pertumbuhan ekonomi dan inflasi nasional,” katanya.
Padahal, sesuai survei ABY dan aliansi pekerja tahun ini di berbagai pasar, upah terendah sesuai kebutuhan hidup layak buruh antara Rp2,4 juta -Rp2,7 juta per bulan.