Home Ekonomi Pemda DIY Punya Orientasi UMP 2021, Buruh Nilai Bukan Solusi

Pemda DIY Punya Orientasi UMP 2021, Buruh Nilai Bukan Solusi

Yogyakarta, Gatra.com – Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Istimewa Yogyakarta Andung Prihadi Santoso menyatakan komponen kenaikan upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten/ kota (UMK) 2021 di DIY akan berorientasi pada aspek pengentasan kemiskinan.

“Orientasi pengentasan kemiskinan ini seturut berakhirnya Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tahun depan. Kami belum menentukan metode penetapannya, meski sudah menjadi arahan Gubernur,” kata Andung usai rapat penetapan UMP DIY 2020 di Kantor Gubernur DIY, Kepatihan, Yogyakarta, Rabu (30/10).

Sesuai kebijakan itu tahun depan, pemerintah kabupaten/ kota diminta merumuskan indikator dan komponen penentu UMP dua-tiga bulan sebelum ditetapkan.

Andung menyatakan, metode atau komponen itu akan menjadi acuan utama penetapan UMP 2012 menggantikan PP Nomor 78 Tahun 2015. Terlebih lagi, Pemda DIY belum memiliki perda atau metode kenaikan upah sendiri. “Fokus kami adalah memenuhi target penurunan kemiskinan sebesar 7 persen di 2022,” katanya.

Sekretaris Jenderal Aliansi Buruh Yogyakarta (ABY) Kirnadi menyatakan Pemda DIY punya orientasi UMP 2021, tapi belum menemukan solusi pengentasan kemiskinan. Dengan begitu, Pemda DIY gagal membuat kebijakan untuk menyejahterakan buruh.

“Ini menunjukkan pemda tidak memiliki peta jalan menyejahterakan buruh. Padahal pemerintah sudah memiliki roadmap nasional tentang kebijakan perburuhan. Ini hanya soal berani apa tidak dari pemimpin daerahnya,” kata Kirnadi saat dihubungi.

Kirnadi memandang penetapan UMP DIY yang mengacu PP Nomor 78 Tahun 2015 menjadi bukti Gubernur DIY gagal menggunakan kewenangan untuk meningkatkan upah pekerja sektoral yang menjadi tulang punggung perekonomian.

Suasana audiensi aliansi buruh se-DIY dengan Komisi D DPRD pada 21 Oktober lalu. ABY menilai Pemda DIY gagal dalam menentukan UMP layak hidup karena pada PP 78 Nomor tahun 2018, bukan pada angka kebutuhan hidup. (GATRA/Kukuh Setyon/ar)

Padahal, menurut Kirnadi, data BPS menunjukkan pekerja sektoral di bidang pariwisata, farmasi, dan manukfaktur tumbuh tinggi dibanding pekerja sektor lain. Kirnadi menyatakan, Gubernur DIY tidak berani menggunakan kewenangan dalam soal UMP karena ada konflik kepentingan ekonomi dengan jabatannya sebagai raja Yogyakarta.

“Coba lihat di Jawa Barat, Jawa Timur, dan Tangerang. Pemimpin di sana berani mengambil risiko menaikan UMP berdasarkan potensi sektoral bukan berdasarkan PP. Wajar UMP DIY terendah senasional,” ujarnya.

Soal UMP 2021, Kirnadi melihat Pemda DIY gagal paham. Sesuai UU, PP Nomor 78 Tahun 2015 tak berlaku lagi karena komponen kebutuhan hidup layak berubah setiap lima tahun. Saat ini, ada 60 komponen kebutuhan layak yang dijadikan acuan.

“Tahun depan bisa jadi item yang digunakan sebagai acuan kenaikan upah bisa menjadi 70-80. Item ini akan terus naik karena kebutuhan manusia ke depan juga naik,” tegasnya.

438