Home Hukum Bongkar Perdagangan Orang, Polisi: Satu Korban asal Maroko

Bongkar Perdagangan Orang, Polisi: Satu Korban asal Maroko

Jakarta, Gatra.com - Jajaran Bareskrim Polri kembali mengungkap kasus Tindak Pidana Perdaganan Orang (TPPO) dengan modus praktik prostitusi di kawasan Kota Bunga, Cianjur, Jawa Barat. Salah satu korban diketahui merupakan warga negara asing asal Maroko.

 

"Kami memandangnya ada praktik-praktik Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan modus merekrut dan mempekerjakan beberapa perempuan untuk melayani atau mengadakan perbuatan cabul dengan oknum masyarakat sebagau tamu, khususnya bagi WNA yang datang ke wilayah di Kota Bunga," ujar Wakil Direktur Tindak Pidana Umum Bareksirm Polri Kombes Pol Agus Nugroho di Mabes Polri, Selasa (29/10).

 

Dari kasus tersebut polisi mendapati adanya tujuh orang korban. Enam korban merupakan WNI dan satu lagi WNA asal Maroko. Selain itu polisi juga menangkap empat orang yang diduga menjadi mucikari. Mereka berinisial KJ alias Om Gress, AS alias Bunda Onel, NS, dan YD. Para pelaku menjanjikan kepada korban akan dipekerjakan untuk melayani tamu-tamu di Kota Bunga.

"Kami amankan empat pelaku yang patut diduga mempermudah terjadinya perbuatan cabul dengan modus merekrut dan mempekerjakan beberapa perempuan," ujar Agus.

Sementara itu, tambah Agus, satu korban yang berasal dari Maroko berinisial HK disebut sudah berulang kali datang ke Indonesia sejak tahun 2010. Kamudian karena alasan untuk memenuhi kebutuhan hidup di Indonesia ia lantas berkenalan dengan salah satu pelaku. Ia diiming-imingi uang banyak jika mau bekerja sebagai wanita penghibur.

"Tarif saudara HK Rp10 juta untuk short time, dan untuk long time tergantung hasil negosiasi," papar Agus. Tarif yang dipatok untuk HK tersebut berbeda dengan tarif korban dari Indonesia. Polisi mengungkapan untuk korban WNI tarifnya dipatok dari Rp1 juta hingga Rp3 juta. Meski begitu para korban tidak mendapatkan uang itu secara utuh tetapi mesti dibagi juga dengan mucikari.

"Dari hasil penyidikan didapatkan fakta para korban tidak menerima sepenuhnya. Mereka hanya menerima 70%, karena yang 30% merupakan hak para pelaku," pungkas Agus.

191