Home Politik RUU Pertanahan Karpet Merah Investasi Tanpa Keadilan Agraria

RUU Pertanahan Karpet Merah Investasi Tanpa Keadilan Agraria

Jakarta, Gatra.com - Guru Besar Agraria Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Endriatmo Sutarto menyatakan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan mengandung nilai domein veklaring a la kolonial Belanda. Lanjutnya, domein tersebut tercantum dalam RUU Pertanahan di pasal 36.
 
"Dalam pasal 36 dikatakan bahwa apabila tanah yang tidak terdaftar di Kementerian ATR/BPN menjadi milik negara. Ini sama dengan domein veklaring padahal di Indonesia, ada masyarakat adat yang memiliki tanah tersebut tapi ketika tidak bisa dibuktikan, justru menjadi milik negara," ujarnya saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan, Selasa (29/10).
 
Melihat itu, ia mensinyalir bahwa RUU Pertanahan ini semangatnya adalah memudahkan masuknya investasi tanpa memperhatikan keadilan agraria untuk rakyat. Ia juga menilai bahwa RUU Pertanahan tidak menjawab persoalan konflik agraria ditambah Bank Tanah yang melancarkan perampasan tanah.
 
"RUU Pertanahan tidak memberikan solusi atas konflik agraria sebab tak ada ketentuan yang menjawab ketimpangan struktural, laju lahan pertanian, dan kemiskinan akibat kebijakan pertanahan. Lalu juga, bank tanah akan melancarkan perampasan tanah atas nama proyek pembangunan sebab yang bisa memenuhi bank tanah hanya korporasi besar," ujarnya.
 
Tambahnya, bank tanah memiliki potensi tanah terkonsentrasi ke pihak tertentu (land grabbing) lewat tangan pemerintah. Tentunya hal ini bertolak belakang dengan semangat reformasi agraria yang bermaksud mendistribusikan tanah.
 
Sebagai informasi, menurut catatan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) hingga akhir 2018, sebanyak 41 orang tewas, 546 orang dianiaya hingga 51 orang tertembak. Konflik didominasi oleh persoalan lahan antara warga dan perusahaan swasta sebanyak 244 kasus, warga dengan pemerintah (58 kasus), antarwarga (36 kasus), warga berhadapan BUMN (31 kasus), dan warga dengan aparat militer (21 kasus).
 
Sebagian besar konflik lahan terjadi di Provinsi Riau, Sumatera Utara dan Jawa Barat dengan total luasan 807.177 hektare (ha) dan didominasi perkebunan sawit, kehutanan, pesisir, dan pertambangan. Permasalahan dalam RUU Pertanahan memberikan hak milik pada konsensi skala besar.
414