Jakarta, Gatra.com - Pemerintah mencatatkan peningkatan rasio elektrifikasi per Juni 2019 mencapai angka 98.81 persen. Hal tersebut dapat dicapai melalui megaproyek pembangkit listrik 35 ribu MW. Namun proyek bombastis tersebut menimbulkan masalah lainnya yang perlu diatasi yakni korupsi.
Sekjen Transparency International Indonesia (TII), Dadang Trisasongko mengatakan, kasus PLTU Riau-1 yang melibatkan beberapa tokoh dari mantan anggota DPR, hingga mantan Direktur Utama PLN harusnya memperkuat upaya pemerintah dalam mencegah korupsi di sektor kelistrikan.
“Kasus PLTU Riau-1 ini harus jadi refleksi untuk pemerintah. Apalagi dalam megaproyek tersebut, porsi pengerjaan PLN hanya 10 ribu MW, sedangkan Pengembang Pembangkit Listrik (PPL) mencapai 25 ribu MW. Korporasi juga dituntut untuk melakukan upaya pencegahan korupsi ini,” ujar Dadang di Jakarta, Selasa (29/10).
Baca Juga: Sofyan Basir Dituntut 5 Tahun Penjara pada Kasus PLTU Riau-1
Menurut hasil kajian TII yakni Transparency in Corporate Reporting (TRAC), 95 perusahaan yang mengerjakan megaproyek 35 ribu MW tersebut tidak memiliki program antikorupsi yang memadai. Selain itu transparansi struktur grup perusahaan dan pelaporan informasi keuangan antarnegara juga dinilai sangat tidak transparan.
Dari hasil kajian tersebut, hanya 20 dari 95 perusahaan yang memiliki komitmen antikorupsi, kemudian hanya 17 dari 95 perusahaan yang melarang pemberian donasi politik. Sementara itu, 51 dari 95 perusahaan yang dikaji sama sekali tidak memiliki kebijakan antikorupsi perusahaan, baik itu larangan suap, gratifikasi, uang pelicin, maupun donasi politik.
“Berbagai pembenahan sudah dijalankan. Yang belum bisa disentuh banyak adalah bagaimana direksi itu direkrut. Sebab, proses rekrutmen itu ada di Kementerian BUMN dan itu sering bermasalah, karena kita enggak tahu juga prosesnya bagaimana,” ujar Dadang.
Baca Juga: Sofyan Basir Ungkap Kinerjanya di BUMN dalam Nota Pembelaan
Lebih lanjut Dadang menyarankan untuk seluruh PPL dan juga PLN untuk membuat program antikorupsi seperti yang dimiliki KPK dengan Panduan Pencegahan Korupsi untuk Dunia Usaha, ISO 37001 mengenai Sistem Manajemen Anti-Suap, atau Business Principles for Countering Bribery dari TII.
“Selain program antikorupsi, hal lain yang sangat vital adalah transparansi. Jadi semakin transparan suatu perusahaan terhadap data yang dimilikinya, maka semakin rendah kemungkinan terjadi tindak korupsi pada perusahaan tersebut,” pungkas Dadang.