Jakarta, Gatra.com - Salah satu penerima penghargaan SDG PIPE Award 2019, Neas Wanimbo menyampaikan sedikit kisah sebagai pemuda yang melakukan inovasi dalam komunitasnya yang membantu pendidikan anak-anak di pelosok Papua.
Melalui komunitas Hanowene yang didirikannya sekitar 2 tahun lalu, dirinya mencoba mendirikan perpustakaan di pedesaan tanah Papua. Salah satu yang telah direalisasikannya adalah perpustakaan di Desa Tangma, Wamena, Papua.
Dengan idenya tersebut, pria berumur 24 tahun ini berharap bisa meningkatkan kualitas pendidikan anak-anak di Papua. Dia berharap penerus generasi Papua dapat merasakan pendidikan seperti yang dirasakannya.
"Saya ingin adik-adik yang sekolah ini mempunyai pengalaman yang sama seperti saya. Beruntung saya bisa sampai kuliah di Jakarta," ujarnya pasca menerima penghargaan di Gedung One Pacific Place, SCBD, Jakarta Selatan, Senin (28/10).
Neas mengaku mengkampanyekan gerakannya tersebut ke daerah pelosok dan berkomunikasi dengan para kepala suku untuk mendapatkan dukungan. Selain itu, dia bekerja dari pintu ke pintu untuk menyampaikan bagaimana pentingnya pendidikan.
"Kita kampanyekan kepada kepala-kepala suku bagaimana pentingnya pendidikan, ke masyarakat. Ibaratnya kami bekerja door to door, ke keluarga juga agar perpustakaan ini dapat hadir," tuturnya.
Sementara itu, dia menyatakan bahwa dirinya melibatkan elemen masyarakat dalam menjalankan misinya itu. "Jadi saya lebih melibatkan masyarakat lokal. Saya hanya memiliki ide saja, tapi masyarakat lokal lah yang lebih bergerak," imbuh Neas.
Lebih lanjut, dia menceritakan tantangan terbesarnya dalam merealisasikan idenya tersebut. Mulai dari masalah biaya, distribusi, serta minimnya infrastruktur.
"Tantangan terbesar itu adalah biaya pengiriman buku yang mahal. Juga masalah infrastruktur yang ketika kita mengantar buku itu harus berhari-hari. Dari kota ke kampung," jelasnya.
"Karena proyek saya ini memang khususnya di kampung-kampung. Jadi yang di kota itu hanya semacam base untuk menampung buku, lalu kami distribusikan ke kampung," tambah Neas.
Dia juga mengungkapkan kisah haru saat dirinya mendatangi sebuah kampung dan menyampaikan niatnya tersebut. Pada saat itu, kepala suku sampai menangis setelah mendengar visi misi mulianya itu.
"Waktu itu juga pernah ketika saya bertemu salah satu kepala suku dan saya menceritakan visi dan misi saya kepadanya, lalu dia menangis mendengarnya. Karena masyarakat di sana merasa sangat membutuhkan pendidikan," tukasnya.