Suriah, Gatra.com - Abu Bakar al-Baghdadi, pemimpin kelompok jihadis Negara Islam (ISIS), yang merupakan orang paling dicari di dunia, itu dikabarkan tewas dalam sebuah serangan oleh pasukan komando AS di Barat Laut Suriah.
Dilansir BBC, Senin (28/10), pria dengan sebutan "Khalifah Ibrahim" ini diketahui memiliki harta sebanyak US$25 juta. Dia menjadi target pengejaran AS sejak lima tahun lalu.
Pada puncaknya, ISIS menguasai 88 ribu KM persegi wilayah yang membentang dari Suriah Barat ke Irak Timur. Praktis, semua itu membuatnya melakukan banyak sewenang-wenangan kepada setidaknya 8 juta orang.
Selain itu, mereka diketahui juga telah mendapatkan penghasilan miliaran dolar yang didapatkan dari hasil minyak, pemerasan, serta penculikan.
Namun terlepas dari kehancuran kekhalifahan dan kepemimpinnya, ISIS tetap merupakan kekuatan yang kuat dan terkenal disiplin dalam pertempuran.
Baghdadi, bernama asli Ibrahim Awwad Ibrahim Al-Badri, lahir pada tahun 1971 di kota Samarra, Irak Tengah.
Dia terlahir dari Keluarga Arab Sunni yang religius serta mengaku berasal dari suku Quraisy Nabi Muhammad. Berdasarkan trahnya tersebut, para cendekiawan Sunni mengganggap hal itu merupakan kualifikasi utama untuk menjadi seorang khalifah.
Sebagai seorang remaja, ia dijuluki orang beriman oleh kerabatnya. Julukan itu karena dirinya banyak menghabiskan waktu di masjid setempat untuk belajar cara membaca Alquran, dan dikenal sering menghukum mereka yang tidak mematuhi hukum Islam, atau hukum syariah.
Setelah menyelesaikan sekolah pada awal 1990-an, ia pindah ke ibukota Baghdad. Dia memperoleh gelar master dalam studi Islam sebelum memulai PhD di Universitas Islam Baghdad.
Ketika mahasiswa, ia tinggal di dekat masjid Sunni di distrik Tobchi di Barat Laut Baghdad. Dia dianggap sebagai orang yang pendiam dan penyendiri, kecuali ketika dia mengajar bacaan Alquran dan bermain sepak bola, untuk klub masjid.
Baghdadi juga diyakini telah merangkul Salafisme dan jihadisme selama ini.
Setelah invasi pimpinan AS yang menggulingkan Presiden Saddam Hussein pada 2003, Baghdadi dilaporkan membantu menemukan kelompok gerilyawan Islam bernama Jamaat Jaysh Ahl al-Sunnah wa-l-Jamaah, yang menyerang pasukan AS dan sekutu mereka. Dalam kelompok itu, dia menjadi Ketua Komite Syariah.
Pada awal 2004, Baghdadi ditahan oleh pasukan AS di kota Falluja, sebelah barat Baghdad, dan dibawa ke pusat penahanan di Camp Bucca di selatan.
Camp Bucca menjadi apa yang disebut sebagai "universitas" bagi para pemimpin ISIS di masa depan kelak. Di dalam penjara, para narapidana menjadi radikal dan mengembangkan kontak dan jaringan penting.
Baghdadi dilaporkan memimpin doa, menyampaikan khotbah dan mengajar kelas-kelas agama saat ditahan, dan kadang-kadang diminta untuk menengahi perselisihan oleh administrator penjara AS.
Dia dianggap ancaman yang tidak terlalu membahayakan oleh AS ketika itu dan dibebaskan setelah 10 bulan mendekam di penjara.
"Dia adalah penjahat jalanan ketika kami menjemputnya pada 2004. Sulit membayangkan kita bisa memiliki bola kristal maka itu akan memberi tahu kita bahwa dia akan menjadi kepala ISIS," ujar seorang pejabat Pentagon kepada New York Times pada 2014 silam.
Setelah meninggalkan Camp Bucca, Baghdadi diyakini telah melakukan kontak dengan al-Qaeda yang baru terbentuk di Irak (AQI). Di bawah kepemimpinan Abu Musab al-Zarqawi di Yordania, AQI menjadi kekuatan utama dalam pemberontakan Irak dan mendapatkan ketenaran karena taktik brutalnya, termasuk pemenggalan kepala.
Pada awal 2006, AQI membentuk organisasi payung jihad yang disebut Dewan Syura Mujahidin, yang oleh kelompok Baghdadi dijanjikan kesetiaan dan bergabung.
Beberapa tahun belakangan, setelah kematian Zarqawi dalam serangan udara AS, organisasi itu mengubah namanya menjadi Negara Islam Irak (ISI). Baghdadi mengawasi Komite Syariah ISI dan bergabung dengan Dewan Syura konsultatifnya.
Ketika pemimpin ISI, Abu Umar al-Baghdadi meninggal dalam serangan AS pada 2010 bersama dengan wakilnya Abu Ayyub al-Masri, Abu Bakar al-Baghdadi ditunjuk sebagai penggantinya.
Dia mewarisi sebuah organisasi yang diyakini komandan AS berada di ambang kekalahan strategis. Namun dengan bantuan beberapa perwira militer dan intelijen era Saddam, di antara mereka sesama mantan narapidana Camp Bucca, ia secara bertahap membangun kembali ISI.
Selama lima tahun ke depan, kelompok jihadis perlahan-lahan diusir dari wilayah yang dikuasai oleh berbagai kekuatan. Perang yang terjadi menghancurkan banyak wilayah dan menyebabkan ribuan orang tewas di kedua negara, jutaan lainnya mengungsi.
Di Suriah, koalisi pimpinan-AS mendukung aliansi Kurdi Suriah dan milisi Arab, Pasukan Demokrat Suriah (SDF), dan beberapa faksi pemberontak Arab Suriah di gurun selatan. Sementara itu, pasukan yang setia kepada Presiden Assad juga bertempur melawan ISIS dengan bantuan serangan udara Rusia dan milisi yang didukung Iran.
Pada Juni 2017, ketika pasukan keamanan Irak memerangi gerilyawan ISIS terakhir yang tersisa di Mosul, para pejabat Rusia mengatakan terdapat kemungkinan besar bahwa Baghdadi terbunuh dalam serangan udara Rusia di pinggiran kota Raqqa, Suriah utara.
Tak lama ISIS mengeluarkan pesan audio yang terlihat seperti Baghdadi yang menyerukan para pengikutnya untuk kembali bersemangat memerangi musuh-musuhnya.
Pada bulan Agustus tahun lalu, Baghdadi mengeluarkan pesan audio baru. Dia mendesak pengikut di Suriah untuk bertahan dalam menghadapi kekalahannya di medan perang.
Bulan berikutnya, SDF meluncurkan tahap akhir dari kampanyenya untuk membersihkan ISIS dari Suriah timur, yang menargetkan sebidang tanah yang terdapat di sepanjang Sungai Efrat di sekitar kota Hajin, di mana puluhan ribu militan ISIS dan keluarga mereka berkumpul setelah meninggalkan Mosul dan Raqqa.
Tidak ada indikasi bahwa Baghdadi ada di antara mereka, namun laporan yang belum dikonfirmasi muncul, menyebut bahwa ia telah dipaksa untuk melarikan diri ke gurun barat Irak setelah faksi di dalam ISIS mencoba menggulingkannya.
Pada bulan Maret 2019, bagian terakhir dari wilayah yang dipegang ISIS di Suriah, dekat desa Baghuz, ditangkap oleh SDF, yang secara resmi mengakhiri "kekhalifahan" Baghdadi.