Home Hukum Gunakan Karya Tanpa Izin, Kasim Tarigan Gugat Empat Pihak

Gunakan Karya Tanpa Izin, Kasim Tarigan Gugat Empat Pihak

Semarang, Gatra.com - Sidang perkara gugatan ganti rugi atas dugaan pelanggaran hak cipta yang diajukan Kasim Tarigan (87), pencipta hologramisasi atau kinegramisasi pita cukai tembakau atau rokok, kembali berlangsung dengan agenda pemeriksaan ahli di Pengadilan Niaga Semarang, Senin (28/10). 
 
Dalam perkara tersebut, Kasim melawan empat tergugat sekaligus. Yakni, tergugat I, PT Pura Nusa Persada, selaku pihak yang mencetak dan menggabungkan Hologram. Kemudian tergugat II PT Pura Barutama selaku pihak yang mengaku memiliki hak paten atas hologram. Selanjutnya tergugat III, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Terakhir, tergugat IV berinisial FFG. 
 
Sidang hari ini turut menghadirkan dosen Undip Semarang, Budi Santoso, beserta Wakil Ketua Asosiasi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual Indonesia (AKHKI), Suyud Margono.
 
Di hadapan majelis hakim yang dipimpin Edi Suwanto, Suyud menilai perbuatan tergugat 1, 2 dan 4 yang telah melakukan adaptasi karya tulis milik penggugat tanpa izin merupakan hal yang melanggar hak moral dari penggugat. 
 
"Untuk itu penggugat berhak mempertahankan haknya jika terjadi adaptasi atau pengalihwujudan ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri dan reputasi. Penggugat juga berhak atas manfaat ekonomi," ujar Suyud.
 
Menurutnya hal itu tercantum dalam Pasal 5 ayat (1) huruf e juncto Pasal 9 ayat (2) UU hak cipta.
 
Sementara itu, salah seorang kuasa hukum penggugat, Andreas menjelaskan kronologi perkara bermula sejak Februari 1993. Saat itu kliennya, Kasim, menciptakan suatu pengaman untuk cukai rokok. Namun karena banyak cukai rokok dipalsukan, akhirnya penggugat menciptakan karya tulis dengan judul "Hologramisasi atau kinegramisasi pita cukai tembakau atau rokok" dengan nomor pendaftaran 021812, yang terdaftar di HAKI sejak 2001.
 
"Sejak tahun 1996 tergugat I Pura Nusapersada melakukan pencetakan dan penggabungan cukai rokok dengan hologram pada 1996, namun tidak pernah mengakui dan membayar hak royalti kepada penggugat hingga saat ini," kata Andreas.
 
Selain sengketa royalti hak cipta, kliennya juga menggugat Dirjen HKI dengan tujuan bisa mengembalikan sertifikat yang telah dibalik nama dari nama penggugat ke tergugat 4. 
 
"Bagaimanapun proses balik nama itu tidak sah karena penggugat telah memblokir surat pengalihan hak cipta yang dilakukan oleh tergugat 4, tapi Dirjen HKI tetap melakukan pengalihan hak cipta tersebut ke-tergugat 4," tandasnya.
1902