Dharmasraya, Gatra.com - Ketua Himpunan Kelompok Tani (HKTI) yang sekaligus menjabat sebagai Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko menilai ada lima persoalan dalam pertanian Indonesia yang harus diselesaikan, serta mendapat perhatian dari pemerintah, agar petani bisa sejahtera.
"Menurut saya ada lima persoalan dalam pertanian indonesia. Diantaranya, persoalan tanah, modal, teknologi, manajemen, dan pasca panen," ujar Moeldoko saat menyerahkan bantuan operasional untuk penyuluh pertanian di Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat, Senin (28/10).
Dia sebutkan, tanah pertanian kian menyempit karena banyak beralih menjadi pemukiman dan lainnya, terutama di Pulau Jawa. Kabupaten Dharmasraya sangat beruntung, masih memiliki lahan yang sangat luas untuk dikembangkan menjadi pertanian.
"Tidak hanya sempitnya tanah, tetapi kerap kali tanah tidak di pupuk dengan baik menggunakan pupuk organik. Petani masih suka menggunakan pupuk berbahan kimia," ucapnya.
Baca juga: HKTI Jambi: Petani Ujung Tombak Kekuatan Daerah
Sementara untuk persoalan modal, petani di Indonesia seringkali buru-buru menjual hasil panennya (padi) untuk modal penanaman selanjutnya karena minimnya modal.
"Saya ingin Bupati Dharmasraya menyiapkan lahan pertanian sekitar 10 hektar untuk dibantu bibit dan pupuk pertanian. Saya ingin petani Dharmasraya bergerak bersama kami untuk mengembangkan bibit padi unggul, untuk dicoba lebih banyak petani di Indonesia," sebut dia.
Dikatakan Moeldoko, masih banyak petani yang tidak terbiasa memanfaatkan teknologi, melainkan kerja secara manual. Padahal, pertanian tidak bisa berkembang tanpa teknologi. Jika di sebuah daerah tanahnya sudah rusak, akan tetap bisa diolah kembali dengan teknologi yang maju.
"Teknologi yang maju bisa mengembalikan kesuburan tanah, namun juga didukung dengan pupuk organik. Sebab, tanah yang keras tidak lagi menyimpan cacing, dan rantai makanan lainnya juga akan terputus," ungkapnya.
Baca juga: Moeldoko: HKTI Ingin Menjadi Bridging Institution Antara Petani dan Pemerintah
Selain itu, petani di Indonesia juga belum terbiasa dengan manajemen. Mereka sering kali tidak menghitung besaran modal produksi dengan hasil panen. Sehingga kadang untung, kadang rugi.
Terakhir, persoalan pasca panen. Menurut Moeldoko, panen padi secara manual dengan panen padi menggunakan mesin akan terdapat selisih besaran produksi sekitar 10 persen. Selain itu, padi yang sudah dipanen tidak boleh dibiarkan tetap basah dalam sawah lebih dari enam jam. Sebab, akan berpengaruh juga pada kualitas beras.
Tidak hanya itu, lanjutnya, pemerintah juga harus mengambil langkah dan peran terkait harga padi atau beras petani, sehingga harga gabah tidak jatuh yang menyebabkan kerugian pada petani.
"Kebiasaan petani kita membiarkan padi berlama-lama di sawah yang masih berair. Sehingga akan mempengaruhi pada kualitas beras. Kalau bisa maksimal enam jam usai di panen, harus di anginkan atau terkena cahaya matahari," jelasnya.