Yogyakarta, Gatra.com – Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menjelaskan menteri koordinator bertugas mengendalikan menteri teknis di Kabinet Indonesia Maju. Hak veto atas suatu kebijakan kementerian akan dikeluarkan jika tak sesuai visi presiden dan atas persetujuan presiden.
“Hak veto bukan hal yang baru. Istilah hak veto sebenarnya menunjukkan ketegasan dari sebuah upaya pengendalian,” ujar Mahfud usai bertemu pengurus Badan Wakaf Universitas Islam Indonesia (UII) di kampus UII, Jalan Cik Di Tiro, Kota Yogyakarta, Senin (28/10).
Menurutnya, berdasarkan pengalaman Presiden Joko Widodo di periode sebelumnya, posisi menteri koordinator lemah. Ketika seorang menteri koordinator mengundang rapat, ada menteri di bawah koordinasinya tidak datang. Namun saat suatu keputusan diambil, menteri tersebut tidak melaksanakan keputusan itu dengan alasan tak ikut rapat.
Karena itu, Mahfud berkata, di periode kedua ini, Presiden Jokowi belajar dan menegaskan pemerintah hanya memiliki satu visi misi yaitu visi misi presiden. Kementerian tidak seharusnya memiliki visi misi sendiri. Sebagai pembantu presiden, menteri juga harus terkendali.
“Pada tataran umum, pengendalian kementerian di tangan presiden dan wakil presiden. Tetapi di tingkat operasional, pengendalian antar-kementerian ada di menko. Hak veto dikeluarkan untuk kebijakan atau instruksi harian kementerian yang tidak sesuai visi misi presiden,” ujarnya.
Namun mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini mengatakan sebelum mengeluarkan hak veto, menteri koordinator akan melakukan konsolidasi dengan kementerian terkait dan melapor ke presiden bahwa kebijakan itu menimbulkan problem antar-kementerian.
Mahfud lantas mencontohkan kebijakan larangan kapal asing oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Kebijakan ini oleh kementerian bidang ekonomi dinilai menghambat investasi. Karena ada pertentangan, Menteri Koordinator bisa masuk.
Datang di kampus UII sekitar pukul 10.20 WIB, Mahfud langsung bertemu dengan Ketua Umum Badan Wakaf UII Suwarsono Muhammad hingga pukul 11.15 WIB. Mahfud menyatakan kedatangannya untuk meminta izin kepada pimpinan UII bahwa ia akan jarang memberi kuliah karena menjabat sebagai menteri.
“Tidak seperti sebelumnya, yang bisa memberi kuliah satu bulan atau dua minggu sekali. Mungkin sebagai menteri akan memberi kuliah di awal atau akhir semester saja,” jelas Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UII ini.
Mahfud memastikan tetap sebagai dosen UII karena dosen adalah pekerjaan tetapnya. "Menteri hanya sambilan," selorohnya.
Ketua Umum Badan Wakaf UII Suwarsono Muhammad mengatakan kedatangan Mahfud untuk membahas tugasnya sebagai menteri dan minta dimaklumi jika jarang mengajar di UII.
“Beliau tadi tidak minta rehat, baik sebagai dosen maupun anggota Dewan Pembina Badan Wakaf UII. Kami hari ini belum memutuskan apa-apa bahkan sampai rapat Badan Wakaf di akhir Desember nanti,” katanya.
Usai dari kampus UII, Mahfud MD dijadwalkan menuju ke kantor Gubernur DIY untuk bertemu dengan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X. Agenda ini untuk membicarakan posisinya selama ini sebagai Ketua Parampara Praja atau Dewan Pertimbangan Gubernur DIY.