Cilacap, Gatra.com - Namanya Paudin atau disapa Pak Guru Paudin, seorang guru pada Sekolah Dasar (SD) Filial Negeri Ujungalang, Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap, menjadi saksi suksesnya siswa-siswa lulus sekolah dari program mengajar kelas jauh yang ada di tengah laguna Segara Anakan Cilacap.
Lelaki berusia sekitar 45 tahun itu sudah mengajar sejak tahun 2002, tahun berdirinya sekolah yang terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Nusakambangan itu. Hingga sejak tahun berdirinya sampai sekarang, sekolah itu hanya mempunyai dua kelas.
Tak ada partner guru lain sebagai teman mengajar, letak geografis laguna yang jauh dari hituk pikuk ramainya Kota Cilacap menjadi alasan utama para guru enggan betah lama mengajar.
"Ya seperti itu adanya, mengajar sendirian,” katanya, saat Gatra.com menyambanginya pekan ini.
Setiap hari, Paudin bekatifitas mengajar sendirian. Harus bergantian menularkan ilmunya pada dua ruang kelas tersebut, yang diisi oleh kelas 1 hingga kelas 6.
"Dari kelas 1 sampai 6, hanya ada 15 siswa di dua kelas itu," katanya.
Karena itu, dalam mengajar ia mengaku tak menggunakan silabus maupun Rencana Pelaksanaan Pendidikan (RPP). Sebab, jika menggunakan silabus dan RPP baku, maka pendidikan yang dilakukan di SD ini tak akan jalan.
Ia lebih banyak melakukan pendidikan berbasis potensi anak dan lingkungan sekitarnya yang merupakan kawasan Laguna Segara Anakan.
“Sebetulnya kita tidak memakai silabus atau RPP. Mau ke mana anak tersebut, dilihat potensinya,” terangnya.
Paudin menjelaskan, dari 15 siswa mulai kelas 1 hingga kelas 6 merupakan warga Dusun Bondan, Desa Ujungalang. Wilayah desa yang penuh hutan mangrove ini terpencil dan terpisah dari wilayah terdekat.
"Sekolah didirikan agar anak-anak Bondan bisa mengakses pendidikan," ucapnya.
Adanya sekolah filial ini, menjadikan akses mengenyam pendidikan anak-anak Desa Bondan makin mudah dan terbuka. Sebelumnya, anak-anak harus menempuh jarak hingga tujuh kilometer melewati sungai dan laguna dari pemukiman desa.
Transportasi satu-satunya hanya menggunakan perahu untuk mencaai sekolah atau daratan terdekat pula, padahal tidak semua warga memiliki perahu. Maka kelas filial menjadi solusi di laguna Segara Anakan.
“Jarak menjadi persoalan. Untuk menuju Ujungalang, harus dengan perahu. Kalau untuk ke Kawunganten, harus menempuh perjalanan sejauh tujuh kilometer. Anak-anak tidak akan sanggup,” jelasnya.
Dia menceritakan, sebetulnya pernah ada guru lain yang mengajar di kelas filial tersebut. Namun tak bertahan lama.
“Akhirnya ya sendirian lagi,” tuturnya.
Sekolah filial tersebut bisa dikatakan ranting, hingga saat berdiri pada 2002 sampai sekarang SD Filial Negeri 1 Ujungalang ini telah meluluskan sembilan angkatan.
Selama 17 tahun dia mengabdi status sebagai aparatur sipil negara (ASN) atau bekennya sepbagai PNS belum dia sandang. Statusnya masih sebagai guru Pegawai Tidak Tetap yang diangkat oleh kepala SKPD bukan kepala daerah seperti tenaga honorer.
"Masih PTT, dapat Rp1 juta tiap bulan sebagai tunjangan transportasi," katanya.