Jakarta, Gatra.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD mengatakan konflik karena perbedaan pilihan santer terjadi pada momen pemilu apalagi pada Pilpres 2019, lalu. Namun perlu diingatkan bahwa dlam politik itu tak ada kawan dan lawan yang abadi.
"Sebagai implementsi dari demokrasi politik, meskipun dikatakan politik itu secara afilosofis mulia karena rakyat memilih pemimpinnya, tapi dalam praktiknya pemilu dan politik itu adalah proses untuk memperoleh kekuasaan, mempertahankan atau mendapat bagian dari kekuasaan," kata Mahfud saat mengisi pidato di malam penganugerahaan Bawaslu Award 2019, di kawasan Jakarta Selatan, Jumat malam (25/10).
Penganugerahaan Bawaslu Award 2019 merupakan ajang apresiasi untuk penyelenggara Pemilu Serentak 2019.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu mengatakan pemilu adalah implementasi dari demokrasi. Namun, demokrasi akan menimbulkan kekacauan jika tidak ada nomokrasi. Sebab, demokrasi tujuannya mencari kemenangan, sementara nomokrasi mencari kebenaran.
Mahfud pun memberi contoh fenomena Pilpres. Guru Besar Universitas Islam Indonesia itu menyebut, dalam Pilpres ada satu pihak yang ingin merebut kekuasaan, sementara satu lagi mempertahankan kekuasaan.
Mahfud melanjutkan, dua tujuan yang berbeda itu berpotensi melahirkan rival. Namun tak ada lawan atau kawan yang abadi dalam politik, sebab, sikap politik sebenarnya dinamis.
"Karena hanya kekuasaan, maka berlaku dalil tak ada kawan atau lawan yang abadi dalam politik. Yang kemarin jadi musuh, sekarang jadi kawan. Yang kemarin kawan, sekarang jadi lawan karena politik memang begitu wataknya," tandasnya.