Jakarta, Gatra.com - Wacana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk kembali menjadikan Ujian Nasional (UN) sebagai penentu kelulusan pelajar sekolah mendapat kritikan oleh berbagai pihak. Menurut Koordinator Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji jika Wacana tersebut direalisasikan akan menjadi kemunduran besar dalam dunia pendidikan Indonesia.
Bahkan Ubaid mengatakan bahwa seharusnya UN dihapuskan saja dari agenda pendidikan Indonesia karena tidak lagi relevan, apalagi dengan adanya sistem zonasi Penerimaan Peserta Didik Badu (PPDB) yang mulai tahun 2018 kemarin dilaksanakan serentak dan membuat gejolak di masyarakat.
"Kalau wacana tersebut dilaksanakan, ini akan jadi kemunduran besar. UN itu harusnya dihapus saja, udah dikritik banyak kalangan, dan manfaatnya belum terasa," Ujar Ubaid ketika dihubungi Gatra.com, Jumat (25/10).
"Apalagi sekarang kita sudah pakai sistem zonasi dimana saat pendaftaran [PPDB], nilai UN sudah tidak perlu dilihat lagi nilainya. Yang dilihat kan jarak sang siswa kesekolahnya, jadi tidak relevan lagi," Tambahnya.
Ubaid mengatakan justru Kemendikbud harus membenahi dari sisi peningkatan kualitas guru dibanding menyalahkan evaluasi semua kepada sisi murid. Menurutnya, sampai saat ini kompetensi guru dinilai masih rendah dengan Neraca pendidikan daerah 2018 lalu menyebjtkan bahwa kompetensi guru masih berada di angka 60-50 persen.
"Kalau perlu justru UN ini adakan saja untuk Guru sebagai bahan pemetaan kualitas dan perumusan strategi intervensi, itu malah ok. Selain itu penataan LPTK sebagai lembaga pencetak guru juga harua dievaluasi dan dibenahi kurikulum agar ada peningkatan kualitas. Karena selama ini LPTK luput dari evaluasi, padahal masalah gufu itu hulunya di LPTK," Papar Ubaid.
Sebelumnya, Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy yang saat itu masih menjadi Menteri mengatakan bahwa Kemendikbud tengah mempertimbangkan wacana agar UN kembali menjadi penentu faktor keluusan siswa.
Karena berdasar evaluasi yang dilakukan Kemendikbud, justru ketika UN tidak menjadi faktor kelulusan, banyak siswa yang mengerjakan UN dengan tidak serius dan cenderung tidak menyiapkan diri untuk UN. Sehingga, nantinya UN akan menjadi penentu faktor kelulusan, namun dengan format baru yaitu penambahan kesempatan bagi siswa untuk melakukan remedial jika hasi yang didapat tidak sesuai standar nilai yang ditentukan.
"Tetapi agar UN tidak membebani siswa, bisa saja diubah sistemnya. Misalkan selama setahun tidak hanya satu kali Ujian Nasional. Kalau belum lulus dia bisa remedial atau mengulang dua atau tiga kali. Pokoknya jangan sampai UN itu bikin siswa stres dan teretekan," Ujar Muhadjir di Gedung Kemendikbud (18/10).