Jakarta, Gatra.com - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) merilis hasil final investigasi penyebab jatuhnya pesawat Lion Air berjenis Boeing 737 MAX 8 seri PK-LQP dengan nomor penerbangan JT 610. Dari hasil laporannya, KNKT menyimpulkan terdapat 9 faktor yang berkontribusi dan saling berkaitan dalam penyebab kecelakaan pesawat yang berangkat dari Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta menuju Bandara Depati Amir, Pangkal Pinang tersebut.
Ketua KNKT, Soejanto Tjahjono menyampaikan, bahwa pada 28 Oktober nanti, kecelakaan pesawat Lion Air yang jatuh di perairan Laut Jawa itu akan genap satu tahun. Maka dari itu, sesuai dengan aturan, pihaknya wajib melaporkan hasil akhir investigasi paling lambat satu tahun setelah terjadinya kecelakaan.
"Dari sekian data yang kita miliki, semuanya kita analisa dengan cermat dan hati-hati. Kami juga butuh waktu panjang sampai akhirnya kami menyelesaikan investigasi JT-610 ini. Atas perintah Bapak Presiden kita tetap akan menjaga transparansi dan sikap netral kami," ujarnya membuka konferensi pers di Kantor KNKT, Gambir, Jakarta, Jumat (25/10).
Baca Juga: Pegawai Laporkan Kejanggalan Software Sebelum 737 MAX Celaka
Selanjutnya, secara teknis Kasubkom Penerbangan KNKT, Capt. Nurcahyo Utomo menjelaskan apa saja penyebab terjadinya kecelakaan tersebut. Pertama-tama dia mengarah pada penerbangan pada 26 Oktober dari Cina menuju Manado yang mana telah terjadi kerusakan indikator kecepatan dan ketinggian di pesawat itu.
Setelah itu pada 28 Oktober, akhirnya Angle of Attack (AOA) sensor kiri diganti karena alasan kerusakan yang berulang saat di Denpasar, Bali. Namun, lanjut Cahyo, sistem ini lagi-lagi mengalami sejumlah masalah.
AOA sensor kiri yang dipasang mengalami deviasi sebesar 21 derajat yang menyebabkan perbedaan penunjukkan ketinggian dan kecepatan antara instrumen kiri dan kanan. Namun, dia mengklaim bahwa captain pilot berhasil menangani permasalahan yang ada.
"Hal itu mengaktifkan stick Shaker dan MCAS pada penerbangan dari Denpasar ke Jakarta. Pilot berhasil menghentikan MCAS (Maneuvering Characteristics Augmentation System) dengan memindahkan Stab Trim ke posisi Cut Out," jelasnya.
Baca Juga: Krisis Kecelakaan 737 MAX, Boeing Pecat Pimpinan Eksekutif
Di hari kecelakaan, 29 Oktober setahun yang lalu, pesawat lantas dioperasikan dari Jakarta ke Pangkal Pinang. Dari hasil rekaman FDR, Cahyo mengungkapkan bahwa kerusakan yang sama terjadi. Namun, pilot melakukan prosedur tidak biasa dan sulit untuk mengendalikan pesawat karena antara pilot dan co-pilot sibuk dengan urusannya masing-masing.
"Beberapa peringatan, berulangnya aktivasi MCAS, dan padatnya komunikasi dengan ATC berkontribusi pada kesulitan pilot untuk mengendalikan pesawat," katanya.
Secara lebih lanjut ia menerangkan, MCAS merupakan fitur yang baru di pesawat Boeing 737 MAX 8. Fitur ini berguna untuk memperbaiki karakteristik angguk pesawat pada kondisi penerbangan manual dan AOA yang tinggi. Dalam prosesnya investigasinya Cahyo mengaku menemukan bahwa desain dan sertifikasi fitur tersebut tidak memadai. Bahkan, menurutnya Boeing tidak memberikan pelatihan dan tidak adanya informasi terkait MCAS dalam buku panduan pilot.