Jakarta, Gatra.com - Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto mengatakan mengatakan demokrasi yang dikembangkan di Indonesia adalah demokrasi yang mempertebal rasa kebangsaan, menghargai toleransi, mendorong kreativitas, inovasi dan produktivitas bangsa.
“Karena itu kebebasan dalam demokrasi tidak boleh memporak-porandakan persatuan, mengancam kebinnekaan serta menghambat kemajuan. Demokrasi yang kita kembangkan harus membuka jalan yang lapang bagi terwujudnya cita-cita dan tujuan nasional," kata Airlangga dalam arahannya dibacakan Sekjen Partai Golkar, Lodewijk F Paulus saat membuka diskusi publik yang bertajuk" Pemilu 2019: Evaluasi dan Solusi" di DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Kamis (24/10).
Menurut Airlangga, demokrasi yang dibangun semenjak reformasi sudah membuahkan banyak hasil. Kebebasan masyarakat untuk berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapat semakin matang. Parta-partai politik juga tumbuh menjadi pilar demokrasi yang sangat penting dan menentukan.
"Semenjak reformasi, kita sudah berhasil menyelenggarakan lima kali pemilu legislatif dan empat kali pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung," katanya.
Terkait pemilu serentak, lanjut Airlangga, dimaksudkan untuk memperkuat sistem presidensiil agar tidak terjadi pemerintahan yang terbelah, diharapkan dapat menyederhanakan jumlah partai politik serta efisiensi dalam penggunaan anggaran pemilu.
"Yang kita saksikan, alih-alih menghemat anggaran, pemilu serentak justru menelan biaya yang lebih mahal dari pemilu terpisah. Anggaran Pemilu 2019 mencapai Rp 24,8 triliun naik 3 % dibanding Pemilu 2014 sebesar 24,1 triliun," katanya.
Dikatakan, pemilu serentak juga memakan waktu yang panjang dan melelahkan sehingga melahirkan banyak korban yang meninggal. Menurut data KPU korban yang meninggal sebanyak 144 orang sedangkan yang sakit 883 orang.
Airlangga mengatakan Golkar ingin memperkuat sistem presidensiil tidak terjadi karena partai-partai pengusung pasangan Capres dan Cawapres yang menang tidak mendapat dampak ekor-jas atau coattail effect dari paslon yang diusungnya.
Sementara itu, Ketua DPP Partai Golkar Yahya Zaini mengatakan penyelenggaraan sistem pemilu secara serentak pada pemilu 2019 lalu dengan sistem proporsional terbuka, lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya. Meskipun penyelenggaraannya berhasil dan diakui dunia.
“Tapi menyisahkan dampak-dampak negatif antara lain misanya budaya pragmatisme politik yang sangat transaksional, menyertai pemilu kita. Ini yang harus kita evaluasi,” kata Yahya Zaini dalam diskusi.
Yahya mengatakan bahwa adanya wacana pemilu 2024 dilakukan secara terpisah, namun penafsirannya masih harus dijelaskan.
“Desain pemilu tahun 2024 seperti apa, kalau dipisah lalu pemisahannya seperti apa. Ini semua supaya tidak melanggar konstitusi,” katanya.
Adanya wacara proporsional terbuka atau tertutup, Yahya mendorong sistem pemilu campuran. Sistem tertutup misalnya bagi pekerja partai namun kesulitan modal, sedangkan sistem terbuka bagi tokoh populer.
"Ini masih terus didiskusikan untuk mendapatkan formulasi yang terbaik," katanya.
Golkar lanjut Yahya, akan menginisiasi untuk merevisi UU Pemilu dan dibahs mulai saat ini.
"Tahun depan kita dorong ini, supaya banyak waktu dalam membahasnya. Jangan menunggu menjelang pemilu baru dilakukan revisi," katanya.