Siak, Gatra.com - Satu persatu lelaki bersorban itu masuk ke dalam perut kapal ferry penyeberangan Roll on Roll Off (RoRo) yang sandar di Pelabuhan Lalu Lintas Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (LLASDAP) Siak Sri Indrapura, Selasa (22/10) malam.
Mereka kemudian diikuti oleh kaum muda dan perempuan. Asisten III Setdakab Siak, Jamaludin dan Ketua DPRD Siak, Azmi, mengawal semua yang masuk ke kapal itu.
Semua wajah nampak sumringah. Sebab sebelumnya, sempat diumumkan kalau ritual Ghatib Beghanyut hanya digelar di ruangan yang ada di pelabuhan lantaran cuaca tidak mendukung.
Tapi malam itu, cuaca mendadak cerah dan Jamaludin pun mengumumkan kalau Ghatib Beghanyut tetap dilaksanakan di Sungai Siang yang membelah wilayah itu.
Di dalam kapal, yang tua berada di bagian tengah kapal, sementara yang muda dan perempuan mengambil posisi di belakang di antara karpet yang terbentang lengkap dengan makanan dan minum.
Mereka dipimpin oleh imam dari Kabupaten Rokan Hulu (Rohul), Dr Syekh H Hasan Haitami. Hasan ditemani oleh ketua LAMR Siak Datuk Sri Wan Said. Semua yang naik kapal dipastikan sudah dalam keadaan suci atau berwudhu.
Lantas di luar, sepuluh sampan dan dua kapal kecil Pol Airud Siak sudah siap-siap menggiring kapal itu hanya ke hilir, ke arah Dermaga Belantik di kawasan Kampung Suak Lanjut.
Perlahan, kapal mulai bergerak hanyut. Di saat itu, suara azan sontak berkumandang dari dalam kapal.
Lepas itu, suara dzikir pun mulai menggem. Para jamaah nampak khusuk melafazkan kalimat tauhid seakan tak perduli kemana dan sudah sejauh mana kapal behanyut (hanyut).
Di luar, di atas sampan-sampan kecil yang berada di sisi kiri, belakang dan kanan kapal, sejumlah jamaah juga melafazkan tahlil. Semakin keras kalimat tahlil menggema, semakin jauh pula kapal hanyut.
Warga Kota Siak Sri Indrapura yang tak ikut di kapal, banyak juga yang menengok ritual itu dari tepian sungai.
Sebab mereka paham, bahwa tujuan Ghatib Beghanyut itu adalah untuk mendoakan Negeri supaya terhindar dari segala bencana. Itulah makanya mereka menghanyutkan segala yang tidak menyenangkan bagi masyarakat Siak.
Semakin lama, jamaah di dalam kapal semakin khusuk. Ada yang menadahkan tangan tinggi-tinggi kala pemimpin jamaah memanjatkan doa, ada pula menggelengkan kepala sambil mengucap kalimat tahlil sekencang-kencangnya.
Tak sedikit diantaranya yang meneteskan air mata memanjatkan doa kepada sang khaliq.
Tak terasa sudah lenih dari satu jam, kapal pun perlahan menepi dan bersandar di pelabuhan Belantik. Di sana, ratusan masyarakat sudah menunggu jamaah.
Di terangi obor bambu, satu persatu jamaah diantar oleh masyarakat menuju bus yang sudah menunggu untuk mengantar jamaah tadi kembali ke pelabuhan LLASDP.
Kepada Gatra.com Jamaluddin kemudian cerita bahwa ritual Ghatib Beghanyut muncul setelah Kesultanan Siak didera musibah yang berkepanjangan. Sederet wabah terjadi, mulai dari sampar, malaria, hingga penyakit lain.
Untuk mengusir semua penyakit itu, kesultanan memutuskan melakukan ritual tolak bala dalam bentuk membacakan ratib (ghatib) beramai-ramai.
"Tradisi ini sudah ada sejak tahun 1975 silam. Kalau orang tua kita dulu, behanyutnya mulai dari Kecamatan Tualang, Buatan Koto Gasib hingga ke Mempura," ujar Jamal.
Dalam kondisi sekarang menurut Jamal, selain religius, Ghatib Benghanyut ini sangat bisa mengudang wisatawan datang ke Siak. Baik dari mancanegara maupun domestik.
"Meski sekarang tujuan itu belum tercapai, tapi sesuai visi misi Kabupaten Siak sebagai tujuan wisata religius di Sumatera, ke depannya kita berharap, itu kesampaian," katanya.
Reporter: Sahril Ramadana